Menristek Jawab Kabar Soal Mutasi Virus Corona, Benar Lebih Berbahaya?

Menristek Bambang Soemantri Brodjonegoro menjawab pertanyaan seputar mutasi virus Corona. Apa katanya?

M. Reza Sulaiman | Dini Afrianti Efendi
Rabu, 02 September 2020 | 18:15 WIB
Menristek Jawab Kabar Soal Mutasi Virus Corona, Benar Lebih Berbahaya?
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro saat diwawancarai awak media massa di Jakarta, Rabu (20/11/2019). [Antara/Muhammad Zulfikar]

SuaraJawaTengah.id - Mutasi virus Corona yang dikabarkan akhir-akhir membuat masyarakat resah. Benarkah mutasi virus D614G lebih menular dan berbahaya daripada SASR-CoV-2 biasa?

Berkomunikasi dengan President GISAID alias bank data virus influensa dunia, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus Kepala Badan Riset dan Inovasi (BRIN), Prof. Bambang Soemantri Brodjonegoro belum bisa memastikan tingkat keparahan infeksi D614G ini.

"Kami baru saja melakukan komunikasi langsung dengan presiden GISAID yang melakukan analisa terhadap virus SARS-CoV-2 ini. Dan disampaikan bahwa tidak ada bukti atau belum ada bukti bahwa virus ini lebih ganas dan lebih berbahaya," ujar ujar Prof. Bambang dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Rabu (2/9/2020).

Pernyataan ini juga menjawab anggapan mutasi D614G ini lebih menular, dan lebih ringan saat menginfeksi manusia. Pimpinan GISAID menyampaikan jika karakter virus sama dengan SARS-CoV-2 yang sudah lebih dulu beredar.

Baca Juga:Rekor Lagi, Positif Corona RI Melonjak 180.646 Orang, Tambah 3.075 Pasien

"Pada intinya beliau menyampaikan bahwa mutasi D614G ini sama dengan virus SARS-CoV-2 yang kita alami selama ini. Artinya belum ada bukti baik terhadap penyebaran maupun keparahan dari penyakit Covid-19 itu sendiri," terang Prof. Bambang.

Mantan Menteri Keuangan RI periode 2014-2016 itu juga mengatakan jika D614G memang sudah ada di Indonesia.

Dari 24 whole genom sequencing (WGS) atau proses pengurutan DNA virus yang dilakukan di Indonesia, didapatkan 9 di antaranya mengandung D614G.

"Bisa kami sampaikan 9 mengandung mutasi D614G, yaitu 2 dari Surabaya, 3 dari Yogyakarta, 2 dari Tangerang dan Jakarta, dan 2 dari Bandung," paparnya.

Mutasi D614G pertama kali ditemukan di Jerman dan China. Kini dari jumlah total virus SARS-CoV-2 yang menyebar di seluruh dunia, 78 persennya terinfeksi mutasi D614G.

Baca Juga:Menristek: Mutasi Covid-19 D614G Sudah Dominasi 78 Persen Kasus di Dunia

D614G ini diketahui setelah peneliti menemukannya dengan metode whole genom sequencing, untuk menganalisa karakter dari virus.

Whole genom sequencing dilakukan masing-masing negara termasuk Indonesia, untuk dilaporkan kepada bank data virus influensa atau GISAID.

"Saat ini Indonesia sudah menyampaikan 34 tepatnya squence genom SARS CoV 2 kepada GISAID, di mana hanya 24 yang kemudian dilakukan analisa lebih lanjut. Karena 24 ini dianggap sudah memenuhi syarat sebagai whole genom sequencing ," ujar Prof. Bambang.

Hasilnya, data menunjukkan mutasi D614G ini sudah ada hampir di seluruh dunia, dan persebarannya mendominasi di seluruh negara, dengan persentase mutasi virus D614G sekitar 78 persen yang menginfeksi warga dunia.

"Dari seluruh dunia pada dasarnya sudah sekitar 78 persen yang mengandung mutasi D614G. Jadi artinya mutasi D614G ini sudah mendominasi virus SARS CoV 2 itu sendiri," terang Prof. Bambang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak