SuaraJawaTengah.id - Alumni muda Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Solo menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disahkan oleh Pemerintah bersama DPR.
Koordinator Alumni Muda GMNI Solo, Wahyu Dwi Haryanto mengatakan, ada beberapa alasan sikap penolakan tersebut dilakukan.
Pertama secara prosedur, ia menilai pembahasan dan pengesahan RUU Cipta Kerja mengesampingkan aspirasi publik dan cenderung dipaksakan ditengah Pandemi.
Pemerintah terkesan berlindung dengan kondisi Pandemi yang mana masyarakat diimbau berada di rumah. Hal itu terlihat jelas dengan tetap dibahasnya RUU Cipta Kerja padahal ada banyak keberatan dari masyarakat.
Baca Juga:Komentari Pernyataan Jokowi Usai Demo UU Cipta Kerja, dr Tirta: Agak Telat
Selain itu, waktu pengesahan RUU Cipta Kerja juga dipercepat dari jadwal seharusnya.
"Percepatan pengesahan jelas mencederai demokrasi dimana pemerintah mestinya mendengarkan berbagai masukan dan keberatan masyarakat. Apalagi Omnibus Law menyangkut regulasi berbagai Undang-Undang," katanya dari keterangan tertulis yang di kirim ke Suara.com, Jumat (9/10/2020).
Kedua secara substansi, Wahyu menilai UU Cipta Kerja jelas lebih banyak berpihak pada pemodal dan mendukung ekonomi kapitalistik dan liberal.
Hal itu jelas terlihat dari sejumlah pasal yang mengurangi hak dan perlindungan pekerja seperti, seperti perluasan outsourcing dan pekerja kontrak yang tanpa batas waktu, skema pengupahan yang tidak lagi memperhatikan inflasi dan kebutuhan hidup layak (KHL), serta pengurangan besaran pesangon.
"Di luar klaster ketenagakerjan, UU Cipta Kerja juga justru memberikan karpet merah kepada investasi asing. Hal ini tentu tidak sejalan dengan ekonomi berdikari yang digagas Bung Karno dalam Tri Sakti," ungkap Sekretaris DPC GMNI Solo periode 2012-2014 ini.
Baca Juga:Demo Tolak UU Cipta Kerja, Sisil eks JKT48 Memar Kena Pukul
Karena itu, pihaknya mendesak Jokowi untuk mencabut UU Cipta Kerja.
Sementara itu, alumni muda GMNI Solo lainnya, Tyo menyatakan hal senada.
Menurut Tyo, UU Cipta Kerja lebih banyak memberi keuntungan terhadap pemodal dan merugikan pekerja.
"Kami mendukung upaya pemerintah memberi iklim investasi yang baik, tetapi semestinya tidak mengurangi dan merugikan para pekerja," ujar Bendahara DPC GMNI Solo 2010-2012 ini.
Selain itu, Tyo juga menyayangkan sikap dari aparatur keamanan yang dinilai cenderung represif dalam menyikapi adanya aksi penolakan UU Cipta Kerja dalam beberapa hari terakhir.
Akibat tindakan itu, ia menilai dapat mengancam kebebasan berekspresi dan penyampaian pendapat dalam era demokrasi.
Adapun Alumni muda GMNI Solo yang mendukung pernyataan ini lebih dari 20 orang, terdiri dari lintas kepengurusan DPC GMNI Solo periode 2010 hingga 2017.