SuaraJawaTengah.id - Djuyono, 70, adalah pande besi generasi ketiga yang berada di Kampung Kaligetas, Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Tak main-main, Djuyono merupakan pande besi andalan Tommy Soeharto anak presiden kedua Indonesia.
Sembari mengayunkan godam ke sebuah besi, Djoyono bercerita jika Tommy Soeharto pernah memborong arit buatannya. Jika ia hitung, Tommy Soeharto sudah pesan arit kepadanya sekitar 300 arit lebih.
"Saat itu memang bentuknya berbeda agak panjang yang dipesan oleh Mas Tommy," jelasnya di tempat produksinya, Sabtu (24/10/2020).
Sekitar tahun 1970 an, Djuyono ingat betul mendapat pesanan dari anak presiden. Ia kaget tak menyangka anak Presiden Soeharto memesan arit kepadanya. Selain itu, jumlah yang dipesan juga tak sedikit.
Baca Juga:Pemberani! Komunitas Ini Buru Hantu Hingga Amerika
"Ya pasti kaget, kok bisa denger saya pandai besi. Mungkin informasi dari mulut ke mulut ya," imbuhnya.
Sampai saat ini, ia sudah mengirim beberapa alat-alat pertanian seperti cangkul, arit dan parang ke sejumlah daerah seperti Sumatra, Bali dan Kalimantan.
"Yang paling jauh tiga daerah tersebut. Apalagi sekarang pandemi Covid-19 ya, jadi dibatasi pengirimannya," ucapnya.
Namun, sejak adanya pandemi Covid-19 ia hanya mengirim alat tani ke beberapa daerah yang ada di sekitar Kota Semarang seperti Salatiga, Kendal, Kaliwungu, Demak, Grobogan dan Purwodadi.
"Sambil nunggu pandemi Covid-19 ngirimnya untuk yang dekat-dekat saja biar aman," katanya.
Baca Juga:Kisah Yusuf, Eks Napiter Kini Memilih Jalan Hidup Sebagai Pengusaha
Meski begitu, selama pandemi Covid-19 penjualan alat taninya tak menurun. Menurutnya, dampak Covid-19 untuk penjualannya tak berdampak besar.
"Penjualannya masih sama dengan sebelum Covid-19. Tak terpengaruh," terangnya.
Dalam sehari ia mampu memproduksi hingga 40-50 biji alat. Namun, seiring perkembangan zaman, orang mulai tidak tertarik bekerja sebagai pandai besi.
"Sekarang, saya mengerjakan sendiri dan hanya mampu membuat maksimal 10 biji alat," keluhannya.
Untuk harga alat hasil buatan Juyono juga cukup beragam. Pada 1970-an harga arit Rp3.500. Sekarang Rp75.000. Sementara harga cangkulnya Rp200-Rp350 ribu. Dalam sehari mampu memproduksi hingga 40-50 biji alat.
Namun, seiring perkembangan zaman, orang mulai tidak tertarik bekerja sebagai pandai besi. Sekarang, ia pun mengerjakan sendiri dan hanya mampu membuat maksimal 10 biji alat.
Untuk harga alat hasil buatan Juyono juga cukup beragam.
"Saya buka dari jam 08.00 sampai 17.00 sore, ia menggarap pesanan sendirian," imbuhnya.
Selain Djuyono, selepas menikah adiknya juga membuka usaha serupa memilih di Gunungpati. Di sana pun usaha pande besi tetap dilestarikan oleh sang adik.
"Setelah menikah adik saya memilih buka di sana. Dulunya dia juga pandai besi di sini," katanya.
Selain adiknya, anak Djuyono juga berminat untuk meneruskan usaha pande besi yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Ia berharap, keahlian pande besi tak akan hilang. Menurutnya, pande besi adalah warisan leluhur.
"Alhamdulillah anak saya juga ikut jejak saya sebagai pande besi," katanya.
Kontributor : Dafi Yusuf