"Hal tersebut berpotensi memasukkan produk yang tidak steril dan menyebabkan risiko infeksi bakteri pada penerima vaksin," ungkapnya.
4. Peneliti tidak melakukan perbaikan
Menurut Penny, di inspeksi pertama pada Desember 2020 sebelum uji klinik dilaksanakan, BPOM sudah melakukan evaluasi dan memberikan catatan cara produksi obat yang baik (GMP) kepada peneliti.
"Tetapi tidak pernah ditindaklanjuti dengan perbaikan dan penyerahan CAPA (aksi perbaikan dan pencegahan)," paparnya.
Baca Juga:Mengerikan! Ada Belasan Efek Samping Buruk Vaksin Nusantara Terawan
5. Kualitas vaksin dendritik belum diuji
Setelah Vaksin Nusantara yang terbuat dari sel dentritik ini memasuki tahap akhir, kata Penny wajib hukumnya peneliti kembali melakukan pengujian kualitas sel dendritik untuk mencegah Covid-19, tapi langkah itu tidak dilakukan.
"Penelilti hanya menghitung jumlah selnya saja, tetapi hal tersebut juga tidak konsisten karena ada 9 dari 28 sediaan yang tidak diukur, dan dari 19 yang diukur terdapat 3 sediaan yang di luar standard tetapi tetap dimasukkan," pungkas Penny.