SuaraJawaTengah.id - Makanan Bakso menjadi kuliner favorit banyak orang. Bakso bisa ditemukan di seluruh Indonesia.
Namun ternyata, makanan Bakso ini identik dengan Wonogiri. Banyak warga kota Gaplek ini menjajakan warung Bakso di kota-kota besar.
Diketahui, warga Wonogiri banyak yang hidup dengan menjadi pedagang Mi Ayam dan Bakso di perantauan. Mereka berdagang bakso dan mi dengan membawa nama “Bakso Wonogiri”.
Tak sedikit warga Wonogiri yang akhirnya sukses berjualan Mi dan Bakso, khususnya di wilayah Jabodetabek itu sukses. Namun, para pedagang yang kini sukses berjualan itu tidak serta merta mendapatkannya dengan mudah. Butuh perjuangan yang harus mereka jalani.
Baca Juga:Polisi Bekuk Pelaku Tabrak Lari terhadap Penjual Mie Ayam di Senayan
Dilansir dari Solopos.com, Salah satu pedagang Mi dan Bakso Wonogiri di Bekasi, Jawa Barat, Maryanto, mengatakan kesusksesan para pedagang Mi dan Bakso Wonogiri berawal dari keprihatinan. Rata-rata warga Wonogiri yang menjadi pedagang mi ayam dan bakso awalnya berjualan dengan cara mendorong gerobak atau memikul secara keliling.
"Apa yang saya rasakan dengan teman-teman itu hampir sama. Berangkat dari kampung dengan kondisi tidak punya apa-apa. Niatnya merantau ingin mengubah nasib. Dari dasar itu berarti kuncinya bisa sukses yakni keuletan," katanya, Rabu (26/5/2021).
Maryanto bersama teman sebayanya dulu tidak ada niatan menjadi tukang bakso saat merantau. Menjadi tukang bakso saat itu merupakan pekerjaan kepepet karena tidak bisa bekerja ada proyek bangunan atau pabrik. Sehingga tidak ada yang akhirnya menjadi pedagang bakso.
Bakso Pikul
Maryanto mengaku mulai berjualan bakso di Jakarta sekitar 1989. Saat itu ia baru lulus SMP. Karena tidak ada biaya untuk melanjutkan ke jenjang SMA, ia bekerja dulu ke Jakarta selama dua tahun menjadi tukang bakso pikul.
Baca Juga:Sampai Ngos-ngosan Antar Paket ke Lantai 5 Kost, Kurir: Berasa Naik Gunung
"Dulu jualan bakso pikul di Kranji, Bekasi, dan Grogol, Jakarta Barat. Keliling juga, setiap ada pedagang bakso Wonogiri yang pulang kampung gerobaknya saya pinjam dan saya buat jualan," ungkap Ketua Paguyuban Pedagang Mi dan Bakso (Papmiso) Indonesia itu.
Setelah dua tahun menjadi pedagang bakso pikul, warga Wonogiri itu kembali ke Wonogiri untuk melanjutkan sekolah SMA. Setelah lulus, ia kembali ke Jakarta untuk bekerja. Saat itu Maryanto bekerja di sejumlah perusahaan namun tetap berjualan bakso di sela-sela kesibukannya.
Menurut Maryanto, dari sejumlah pekerjaan yang ia lakukan, ia merasa nyaman dan menikmati ketika bekerja manjadi tukang bakso. Tidak lama kemudian, ketika sudah tidak bekerja di perusahaan ia mulai berjualan bakso di warung. Kini ia mempunyai empat warung Mi dan Bakso di Bekasi.
Manajemen
"Rata-rata memang berangkat dari keprihatinan. Berjualan sambil mengelus dada pasti berdoa. Saiki neng perantauan ijeh keronto-ronto kapan nasibku apik. Dulu saat masih berjualan ikut orang, balik ke kampung bisa beli kambing sudah senang sekali," kata warga asal Kecamatan Girimarto, Wonogiri.
Menurut Maryanto, tantangan yang harus dihadapi warga Wonogiri yang menjadi pedagang bakso saat ini berkaitan dengan manajemen. Dulu ketika dagangan habis, hasil atau uangnya langsung dikantongi. Kini harus dibukukan omzetnya. Pemasukan dan pengeluaran harus tercatat.
"Sekarang paguyuban pedagang bakso sudah punya koperasi. Bisa mengembangkan hal lain di luar bakso. Ini berkat manajemen. Banyak anaknya yang sudah sarjana saat ini, sehingga bisa mengintervensi manajemennya," ujarnya.
Menurutnya, sejak 1950 bakso Wonogiri sudah mulai dikenal di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Bahkan tokoh-tokoh pedagang bakso zaman dulu banyak yang berasal dari Wonogiri.
"Bakso Lapangan Tembak Senayan Jakarta itu milik Ki Ageng Widyanto Suryo Buwono, warga Sendangijo, Kecamatan Selogiri, Wonogiri. Kemudian Bakso Haji Yatmin di Jakarta itu orang Selogiri juga. Masih banyak pedagang bakso lainnya," kata Maryanto.