Punya Kalender Kuno Sendiri, Warga Penghayat Lereng Merapi Peringati Tahun Baru Respati

Warga pengghayat kepercayaan jawa, menggunakan siklus matahari sebagai penentu perubahan tanggal.

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 18 Juni 2021 | 07:32 WIB
Punya Kalender Kuno Sendiri, Warga Penghayat Lereng Merapi Peringati Tahun Baru Respati
Penghayat kepercayaan Pahoman Sejati menggelar ritual Badrawarna di ‘makam Punokawan’ dan Sendang Umbul Sewu. Menyambut tahun baru Jawa Respati. [suara.com/ Angga Haksoro Ardhi]

SuaraJawaTengah.id - Warga penghayat kepercayaan Jawa memiliki sistem kalender kuno yang berbeda dengan penanggalan masehi maupun Islam. Menggunakan siklus matahari sebagai penentu perubahan tanggal.

Mereka menyebut sistem penanggalan ini sebagai tahun Jawa Respati atau sering disebut tahun Jawa Nusantara. Kalender Jawa Respati berbeda dengan penanggalan tahun Jawa Saka atau Sultan Agungan (Suro). 

Bulan pertama tahun Jawa Respati disebut bulan Badrawarna. Tanggal 1 bulan Badrawarna jatuh pada hari Respati atau Kamis/Jumat Kliwon pada penanggalan Jawa Saka.

Menurut Ketua Padepokan Seni Budi Aji, Kikis Wantoro, tahun baru Jawa 6423 Respati, jatuh pada 17 Juni 2021. Penanggalan Jawa Respati juga sering disebut awewaton surya karena menggunakan siklus terbit-tenggelam matahari sebagai penentu perubahan tanggal.

Baca Juga:Resahkan Warga, Polres Magelang Tangkap Residivis Preman Kampung

Untuk mengawali rangkaian peringatan tahun baru Badrawarna, warga penghayat kepercayaan Pahoman Sejati yang tinggal di lereng Gunung Merapi menggelar ritual Badrawarna.

“Kalau tahun baru yang Jawa Saka itu disebut Suro atau Suronan. Kalau ini disebut Badrawarnanan karena tanggal pertamanya jatuh di bulan Badrawarna,” kata Kikis Wantoro, kepada SuaraJawaTengah.id, Kamis (17/6/2021).

Ritual Badrawarna dimulai dengan doa bersama di petilasan “makam Punokawan” di bukit Larangan, Dusun Windusabrang, Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang.

Doa dipimpin sesepuh warga Pahoman Sejati, Ki Rekso Jiwo. Mengenakan udeng putih, Ki Rekso menyampaikan doa berbahasa Jawa krama yang ditujukan kepada para leluhur. 

“Ini adalah rangkaian acara untuk mengawali ritual peringatan tahun baru Jawa Kuno yang kami sebut Jawa Respati. Tahun ini adalah tahun Jawa ke-6423 Respati,” ujar Kikis.

Baca Juga:Duh! Kejar Jadwal Pembelajaran Tatap Muka, Vaksinasi Guru di Magelang Baru 45 Persen

Usai berdoa di “makam Punokawan”, warga Pahoman Sejati melanjutkan ritual mengambil air di Sendang Umbul Sewu. Ritual ini sudah dilakukan warga Pahoman Sejati secara turun temurun.

Mereka meyakini, berkah air Sendang Umbul Sewu dapat mengobati berbagai penyakit dan menjauhkan warga dari bencana. Sendang ini dipercaya sebagai tirta nirmala atau air yang dapat mengeluarkan manusia dari sengkala (celaka atau halangan).

Menurut Kikis, titra itu berarti air dan nirmala bermakna keluar dari sengkala. Maka masyarakat lokal bahkan dari luar daerah percaya bahwa air sendang dapat menjadi lantaran menyembuhkan penyakit.

“Bukan karena airnya ya. Tuhan memberikan kekuatan kepada air ini. Harapan kami setelah selesainya ritual mohon kepada Tuhan yang Maha Esa, semoga pagebluk Corona segera sirna.”

Berdasarkan penjelasan Ki Rekso Jiwo, tahun 6423 Jawa Respati memiliki watak ngayemi, murah ati, blobo (dermawan), jahat, serakah, dan goroh (bohong). Jika ada pemimpin yang naik tahta pada tahun ini akan dilingkupi perselisihan dan mangkir dari tanggung jawab.

Warga penghayat Pahoman Sejati bersama Padepokan Seni Budi Aji menggelar rangkaian peringatan tahun baru Jawa Respati selama 2 hari. Usia mengambil air di Sendang Umbul Sewu, acara dilanjutkan dengan ritual dan kirab sesaji di padepokan.

Kegiatan dipusatkan di Padepokan Seni Budi Aji di Dusun Wonogiri Kidul, Desa Kapuhan, Sawangan. Pertunjukan wayang kulit dan pentas sendra tari akan digelar selama acara.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak