"Sejak tahun 1945, Lukman sudah aktif terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Menjelang proklamasi kemerdekaan, dia juga ikut dalam pergerakan pemuda Jakarta dan peristiwa Rengasdengklok," ujarnya.
Wijanarto menengarai keaktifan Lukman dalam pergerakan dan perjuangan kemerdekaan menurun dari ayahnya, KH Muklas. Selain seorang tokoh agama, KH Muklas merupakan tokoh pergerakan pada 1926 di Tegal.
"Ayahnya itu kiai, guru ngaji dan aktivitas pergerakan kiri. Dia itu bisa dibilang Haji Misbach-nya Tegal," ujarnya.
Menurut Wijanarto, KH Muklas adalah pimpinan Sarekat Rakjat di Jatinegara, Kabupaten Tegal. Dia menggerakkan protes dan perlawanan terhadap kenaikan pajak pasar yang dibebankan pemerintah kolonial Belanda.
Baca Juga:Cerita PKI Menangi Pemilu 1955 Hingga Kuasai DPRD Yogyakarta Selama Satu Dasawarsa
"Kiprahnya dalam pergerakan melawan Belanda membuat kiai Muklas ditangkap dan dibuang ke Boven Digul pada 1927. Dia juga satu-satunya tahanan politik di Tegal yang dibuang sampai ke Cowra, Australia setelah dibuang ke Bovel Digul," ungkap Wijanarto.
Semasa dalam pembuangan di Boven Digul, KH Muklas banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional, di antaranya Mohammad Hatta.
"Ada yang menyebut nama Hatta pada nama panjang Lukman karena ayahnya kagum dengan Mohammad Hatta," ujar Wijanarto.
Di Boven Digul, KH Muklas ikut mendirikan sekolah formal untuk anak-anak tahanan politik yang ikut dibawa orang tuanya ke daerah pembuangan, termasuk Lukman kecil. Sekolah itu bernama Malay English School (MES).
"Lukman yang ikut ayahnya dibuang ke Boven Digul kembali ke Jawa saat ayahnya dipindahkan Belanda ke Australia tahun 1943. Dia kemudian ke Jakarta dan sempat bekerja menjadi kondektur bus," ungkap Wijanarto.
Baca Juga:Partai Politik di Bali Sekitar 1965: Gubernur Sutedja Berseteru dengan Wedastera Suyasa
Seperti halnya sang anak, hidup KH Muklas juga berakhir tragis. Setelah bebas dari pembuangan pada 1958, dia dibunuh oleh pemberontak Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).