UMK 2022 Dianggap Tak Layak, Pakar: Berpihak Pada Dunia Usaha Dibanding Pekerja

Pakar menyebut penetapan UMK 2022 lebih berpihak pada pelaku usaha dibanding dengan para pekerja

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 01 Desember 2021 | 07:00 WIB
UMK 2022 Dianggap Tak Layak, Pakar: Berpihak Pada Dunia Usaha Dibanding Pekerja
Ilustrasi Buruh membawa poster saat menggelar aksi unjuk rasa menolak upah minimum provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/11/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

Haryanto kemudian menyebut dalam satu dasawarsa terakhir terdapat tiga regulasi yang digunakan dalam penentuan UMK. Pertama, survei KHL yang dilakukan oleh pemerintah (Dinas Tenaga Kerja dan Badan Pusat Statistik), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan unsur serikat pekerja.

Kemudian, PP No,78/2015 tentang Pengupahan yang tidak lagi menggunakan metode survei namun penetapan upah ditambah laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. “Saya kira metode survei KHL adalah yang paling adil karena yang terlibat adalah semua unsur. Nah, pada 2021, penghitungan itu berubah lagi lewat UU Cipta Kerja yang justru mendegradasi kesejahteraan buruh, dan menurunkan daya beli,” tutur Haryanto.

Menurutnya, sangat salah apabila pemerintah membuat regulasi yang tidak berpihak pada rakyat tapi pengusaha dan investor, yang seharusnya keduanya sama-sama diperhatikan. Serikat pekerja, sambungnya, mendukung keputusan MK bahwa UU Cipta Kerja cacat konstitusional.

Baca Juga:Tok! Gibran Sahkan UMK Kota Solo 2022, Ini Besaran Kenaikannya

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak