- Kekhawatiran publik Banyumas muncul akibat citra Google Maps memperlihatkan titik hutan gundul di lereng Gunung Slamet.
- Warga mengaitkan kerusakan hutan ini dengan potensi bencana banjir besar seperti melanda Sumatera baru-baru ini.
- Pemprov Jawa Tengah menegaskan Gunung Slamet bukan lokasi tambang karena sedang diproses menjadi taman nasional.
SuaraJawaTengah.id - Kekhawatiran publik terhadap kondisi hutan di lereng Gunung Slamet makin menguat setelah beredar tangkapan layar dari Google Maps yang menunjukkan beberapa titik kawasan hutan tampak gundul.
Visual citra satelit itu ramai dibahas di media sosial, terutama oleh warga Banyumas dan sekitarnya yang khawatir Gunung Slamet mengalami kerusakan hutan yang bisa memicu bencana besar.
Dalam potongan gambar yang diunggah akun Instagram @purwokertokeren, terlihat jalur tanah terbuka yang memotong area hutan lebat di sisi barat gunung.
Warganet menilai kondisi ini bukan sekadar perubahan lanskap, tetapi tanda awal degradasi lahan di kawasan yang selama ini menjadi benteng ekologis Jawa Tengah bagian barat.
Baca Juga:Gunung Slamet Bergejolak: Radius Bahaya Diperluas Jadi 3 Kilometer
Kekhawatiran ini terlihat dari banyaknya komentar publik. “Kalian ini mau jadi seperti Sumatra apa? Jangan dibiarkan, sudah ada contohnya di sana,” tulis @dpurlstr, merujuk pada banjir bandang yang menghantam Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh dalam dua tahun terakhir.
Komentar lain juga menyinggung trauma banjir besar yang sempat melanda Purwokerto pada 2024.
“Saya masih ingat banjir 2024 di Purwokerto. Selama 24 tahun tinggal di sini, baru kali itu mengalami banjir separah itu. Setelah melihat banjir di Sumatera dan Aceh, rasanya ngeri sekali. Jangan sampai Purwokerto menjadi seperti mereka,” ujar @akbarfrm.
Gunung Slamet memiliki peran vital sebagai penyimpan air, pengatur iklim mikro, hingga penahan longsor bagi Banyumas, Purbalingga, Tegal, Brebes, dan Pemalang.
Bila tutupan hutan berkurang drastis, air hujan yang seharusnya diserap tanah bisa langsung turun ke wilayah pemukiman dan menciptakan banjir besar. Pengalaman banjir ekstrim 2024 membuat publik semakin sensitif terhadap perubahan sekecil apa pun di kawasan hulu.
Baca Juga:Aktivatas Gunung Slamet Meningkat, BPBD Banyumas Minta Masyarakat Tetap Tenang
Kekhawatiran itu juga dipicu oleh rangkaian bencana hidrometeorologi di Sumatra.
Banjir dan longsor hebat pada 2024 hingga 2025 menyebabkan kerusakan besar di Padang Panjang, Tanah Datar, Medan, hingga Aceh Besar. Banyak warganet melihat fenomena yang terjadi di Google Maps sebagai “alarm dini” agar Banyumas tidak mengalami nasib serupa.
“Ambil pelajaran bencana Sumatra, jangan sampai kejadian di Kabupaten Banyumas & sekitarnya. Komunitas masyarakat harus bergerak bikin event penghijauan hutan kembali,” tutur @habibi.
Seruan-seruan semacam ini mendapat dukungan luas, terutama dari komunitas pecinta alam yang menilai bahwa partisipasi publik sangat dibutuhkan untuk menjaga kelestarian hulu Gunung Slamet.
Pemerintah Tegaskan Gunung Slamet Bukan Lokasi Tambang
Di tengah meningkatnya keresahan masyarakat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akhirnya memberikan penjelasan resmi.