SuaraJawaTengah.id - Jumadi (65) produsen tempe di Kota Semarang tak bisa berbuat banyak. Empat buah sepeda motornya terjual habis untuk tambal sulam bisnis tempe yang dia tekuni sejak tahun 1974.
Satu tahun ini, menjadi waktu yang paling berat selama dia menjadi produsen tempe. Harga bahan baku yang semakin mahal menjadi penyebab paceklik tersebut.
Tempat produksi tempe Jumadi berada di Jalan Medoho, Kelurahan Pandean Lamper, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang.
"Harga kedelai sekarang semakin mahal," keluh Jumadi saat ditemui di rumahnya, Senin (21/2/2022).
Baca Juga:Terpaksa Beroperasi, Begini Siasat Perajin Tahu di Purwokerto Hadapi Harga Kedelai Tinggi
Sekarang, harga kedelai Rp12 ribu per-kilogramnya. Menurutnya, di luar Kota Semarang harga kedelainya bisa lebih tinggi.
"Kalau di Semarang Rp11 ribu per kilogramnya. Kalau saudara saya di Kendal bisa sampai Rp12 ribu," jelasnya.
Harga kedelai yang terus naik juga berdampak pada berkurangnya jumlah produksi tempe setiap hari. Sebelumnya, Jumadi bisa memproduksi 130 kilogram satu hari.
"Sekarang hanya mampu 80 kilogram kedelai sertiap hari," paparnya.
Menurutnya, naiknya harga kedelai sudah mulai terasa sejak tahun 2018. Sejak saat itu, harga kedelai berangsur-angsur naik.
Baca Juga:Minyak Goreng Masih Langka, Tempe dan Tahu Menghilang di Pasaran, Warga Bekasi Menjerit
"Jadi awalnya itu bisa Rp 6 ribu satu kilogram, terus naik Rp8 ribu dan sampai sekarang ini jadi Rp11 ribu," paparnya.
Hal yang sama juga dikatakan produsen tempe yang lain, Zaidi. Menurutnya, naiknya harga kedelai mengurangi jumlah pembeli tempe di tempatnya.
"Berkuangnya bisa sampai 40 persen sekarang," ucapnya.
Dia berharap, pemerintah segera memberikan subisidi harga kedelai karena banyak produsen tempe yang keberatan dengan harga kedelai yang sekarang.
"Sekarang saja kita tak berani buat banyak-banyaka," paparnya.
Kontributor : Dafi Yusuf