SuaraJawaTengah.id - Isu pemilihan umum (Pemilu) 2024 diundur menjadi polemik baru di Indonesia. Pro kontra tentang usulan tersebut pun menjadi perbincangan publik.
Usulan tersebut tentu saja memicu konflik menjelang pesta demokrasi di Indonesia. Berdasarkan Undang-undang, penundaan pemilu perlu ada alasan darurat seperti bencana alam dan kerusuhan.
Menyadur dari BBC Indonesia, alasan penundaan Pemilu 2024 disebut tak mendasar dan dituding memuat motivasi elit mengamankan proyek strategis nasional.
Siapa mulai mengusulkan dan apa alasannya?
Baca Juga:Ramai Soal Usulan Pemilu 2024 Ditunda, Begini Sikap Jokowi
Gagasan penundaan pemilu 2024 yang tertangkap media, berawal sejak Januari 2022. Hal ini pertama kali diungkapkan Menteri Investasi, Bahlil Lahaladia.
Ia mengutarakan soal penundaan pemilu 2024 di sela rapat kerja dengan Komisi VI DPR, 31 Januari 2022. Mantan ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini mengutip sebuah survei di mana tingkat kepuasan terhadap Presiden Joko Widodo mencapai 70%, dan menggabungkannya dengan harapan dari para pengusaha.
"Saya kan keliling indonesia, baik itu pengusaha besar, pengusaha kecil, dalam negeri mau pun asing, karena mereka butuh stabilitas," kata Menteri Bahlil.
"Memajukan pemilu dan mengundurkan pemilu di bangsa ini, bukan sesuatu yang haram," tambahnya sambil mengutip peristiwa percepatan pemilu pada 1999 karena krisis, dan masa orde lama.
Jauh sebelum itu, Menteri Bahlil juga mengklaim para pengusaha meminta "kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan [pemilu 2024], itu jauh lebih baik."
Baca Juga:Dianggap Langgar Konstitusi, Jusuf Kalla Tegas Tolak Usulan Pemilu Ditunda
"Karena mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru mau naik. Baru mau naik, ditimpa lagi dengan persoalan politik," kata Menteri Bahlil seperti dikutip dari Kompas TV.
Kenapa gagasan penundaan pemilu 2024 berkembang?
Gayung bersambut, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar ikut mengusulkan Pemilu 2024 diundur "Ya, setahun lah, ya kalau nggak sampai dua tahun maksimal," katanya kepada media.
Menurutnya, penundaan Pemilu 2024 lebih memberikan kepastian pada pelaku usaha yang tahun ini sedang "optimistis dan memiliki kecenderungan positif yang luar biasa."
"Karena itu saya, melihat tahun 2024 pemilu ya rencananya kita laksanakan bulan Februari itu. Jangan sampai prospek ekonomi yang baik itu terganggu karena pemilu," kata Wakil Ketua DPR ini.
Dalam media-media, usulan ini juga disambut positif oleh pimpinan dari Partai Golkar, Airlangga Hartarto, dan Ketua PAN, Zulkifli Hasan.
Apakah berkaitan dengan wacana presiden tiga periode?
Penundaan Pemilu 2024 berimplikasi terhadap perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo dan Wakilnya, Maruf Amin.
Jauh sebelum ini, wacana tiga periode Presiden Jokowi juga mengemuka dan menimbulkan polemik pada November 2019. Wacana ini berawal dari seorang anggota DPR dari Partai Nasdem yang menginginkan masa jabatan presiden diperbolehkan 3x5 tahun.
Selain itu, Ketua Fraksi Partai Nasdem, Johnny G. Plate juga mengeluarkan wacana ini. Wacana ini dilancarkan di saat MPR tengah menggodok usulan amandemen UUD 1945.
Namun, tak lama kemudian hal ini dibantah oleh Presiden Jokowi yang menyebut mereka yang menginginkan tiga periode, "Satu, ingin menampar muka saya. Kedua, ingin cari muka, yang ketiga ingin menjerumuskan," katanya, Desember 2019.
Sementara itu, terkait dengan wacana penundaan Pemilu 2024 yang berimplikasi perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo, pihak Istana angkat bicara.
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani menyatakan sikap Presiden Jokowi terhadap gagasan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden, tak pernah berubah.
"Siapa pun silakan saja berpendapat. Namun, presiden masih tetap sama sikapnya dalam memandang jabatan tiga periode atau penundaan pemilu. Presiden selalu mengacu kepada konstitusi dan undang-undang yang berlaku," kata Jaleswari dalam keterangan kepada media.
Apakah penundaan pemilu bisa dilakukan?
Anggota Dewan Pembina dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan penundaan Pemilu 2024 tak bisa dilakukan berdasarkan "keputusan politik elit".
Kata Titi, untuk mengisi posisi presiden dan wakil presiden selama pemilu ditunda harus diatur dalam Undang Undang Dasar. "Artinya diperlukan amandemen konstitusi," katanya.
Dalam Undang Undang Dasar masa jabatan presiden dan wakilnya dijelaskan secara gamblang dalam Pasal 7. Intinya, jabatan kepala negara hanya berlaku selama lima tahun, dan hanya bisa dipilih untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
Sementara Pasal 22 E UUD 1945 menjelaskan bahwa pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
"Konstruksi Undang Undang Dasar, tidak memberi ruang untuk dilakukan penundaan pemilu," tambah Titi.
Begitupun diatur dalam Undang Undang No. 7/2017 tentang Pemilu. Tak ada ketentuan mengenai penundaan pemilu, melainkan pemilu lanjutan dan pemilu susulan yang dapat terjadi karena kerusuhan, bencana alam, gangguan keamanan dan gangguan lainnya.
"Meskipun ada ruang untuk menunda tahapan melalui UU Pemilu, tapi tidak boleh menerabas Undang Undang Dasar terkait dengan masa jabatan [presiden], dan regularitas penyelenggaraan pemilu," kata Titi.
Apa dampaknya untuk masyarakat?
Titi melanjutkan, wacana ini sudah membuat masyarakat bergejolak. " Sebenarnya yang paling dikhawatirkan adalah isu ini akan memicu penolakan dan perlawanan publik yang bisa diikuti oleh situasi chaos di masyarakat kita," katanya.
Pada sisi kekuasaan, penundaan Pemilu 2024 yang berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden juga " akan memicu penyimpangan kekuasaan, atau penyalahgunaan kewenangan."
"Dan itu akan berdampak buruk terhadap kita membangun tata kelola pemerintahan yang demokratis dan baik," kata Titi.
Apakah status ekonomi kekinian bisa jadi alasan penundaan pemilu 2024?
Selain tak memiliki landasan hukum, penundaan Pemilu 2024 justru, "ini sangat kontradiktif dalam upaya untuk menjaga stabilitas."
"Belum apa-apa, gagasan untuk menunda pemilu ini kan memicu instabilitas, dunia usaha dihadapkan pada ketidakpastian apakah pemilunya berjalan atau ditunda," tambah Titi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan hingga 3,69% pada 2021 setelah mengalami negatif 2,07% pada 2020 di masa pandemi.
Sementara itu, Bank Indonesia mengestimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 4,7 - 5,5% pada 2022.
"Jadi stagnasi ekonomi itu tidak relevan digunakan untuk memperpanjang [masa jabatan presiden], karena sekarang ekonomi kita sedang tumbuh dan membaik," kata peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes kepada BBC News Indonesia, Senin (28/02).
Apa motif di balik penundaan pemilu 2024?
Arya mengatakan motivasi penundaan pemilu 2024 yang berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden ini adalah "akses kekuasaan."
"Pemimpin di banyak negara itu, negara yang nggak demokratis kenapa pemimpinnya itu cenderung tidak ingin ada perubahan politik? Karena mereka memiliki akses kekuasaan, sumber daya politik dan finansial," katanya.
Sementara itu, pengamat politik dari LP3ES, Wijayanto sepakat tentang ini. Tujuan penundaan Pemilu 2024 "untuk memperpanjang kekuasaan".
"Ada kepentingan tertentu yang tidak menginginkan adanya perubahan yang mengejutkan," kata Wijayanto.
Penundaan Pemilu 2024 menimbulkan spekulasi di antaranya:
- Mengamankan proyek-proyek perpindahan ibu kota
- Mengamankan paket Omnimbus Law yang diminta MK untuk direvisi.
- Parpol-parpol yang tidak siap berkompetisi 2024.
- Kekhawatiran kalau rezim nanti berubah, ada banyak kasus yang terungkap.
"Muncul di permukaan, bisa kasus apa saja," lanjut Wijayanto yang juga menambahkan, penundaan Pemilu 2024 juga dinikmati oleh "Mereka yang ada status quo itu akan bertahan, baik di DPR maupun kementerian, tentu saja di Istana."
Sejauh mana peluang penundaan Pemilu 2024 ditetapkan?
Menurut Wijayanto peluang Penundaan Pemilu 2024 tetap ada. Ia mengatakan, "menyangsikan" sikap Presiden Jokowi terkait hal ini, meskipun dulu dengan tegas menolak wacana tiga periode.
"Kita masih tetap waspada ketika Pak Jokowi mengatakan itu, ya, ingatlah. Dulu kan Jokowi, sebelum maju jadi presiden, dia gubernur waktu itu, mengatakan "saya mau fokus pada jakarta, nggak copras-capres. Ternyata nyapres."
Dalam kasus lainnya, revisi UU KPK dan Omnimbus Law yang disahkan tanpa mendengarkan aspirasi publik, lanjut Wijayanto.
Namun, terdapat sisi lain. Sejauh ini, terlihat perpecahan sikap mengenai penundaan Pemilu 2024, bahkan di tubuh koalisi gerbong Jokowi. Hal ini bisa menjadi pijakan tak ada penundaan Pemilu 2024 meski disebut sebagai "kabar baik yang tak bisa diharapkan" karena dinamika politik saat ini masih "lentur".
"Di kalangan elit sendiri, terjadi friksi. Ada orang-orang yang mereka kritis sudah siap untuk maju [pemilu presiden]," kata Wijayanto.
Siapa saja yang menolak penundaan Pemilu 2024?
Petinggi politik dari tiga partai politik pendukung pemerintah menolak usulan penundaan Pemilu 2024. Mereka adalah PDI Perjuangan, NasDem, dan PPP.
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan, "Tidak ada sama sekali ruang penundaan Pemilu." Seperti dilaporkan Antara.
Sementara, Ketua Nasdem, Surya Paloh juga mengutarakan sikapnya. "Kalau ibarat kereta api, maka sudah tiup peluit dan jalan. Makanya harapan saya tentu kalau masalah penundaan ya jangan tertunda," katanya seperti dikutip Antara.
Lalu, Wakil Ketua MPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani kepada media mengatakan, "Menurut saya secara moral konstitusi tidak pas untuk melakukan amandemen UUD jika MPR tidak bertanya dulu kepada rakyat secara keseluruhan, apakah rakyat setuju pemilu ditunda."
Selain itu, partai politik lain yang menolak penundaan secara eksplisit adalah Demokrat, dan PKS.
"Amandemen justru bisa merusak keseluruhan bangunan konstitusi kita. Bahaya. Apalagi di saat koalisi dan oposisi tidak berimbang maka amandemen bisa berujung kepada kembalinya oligarki, bahkan tirani," kata Politikus dari PKS, Mardani Ali Sera kepada BBC News Indonesia.
Kapan pemilu 2024 diselenggarakan?
Sejauh ini, KPU masih berpijak pada penyelenggaran Pemilu 2024 berlangsung 14 Februari, berdasarkan Keputusan KPU No. 21/2022.
Namun, masih terdapat delapan Peraturan KPU (PKPU) yang masih harus diselesaikan. Anggota KPU, Hasyim Asy'ari mengatakan dari delapan PKPU yang menjadi prioritas untuk segera diselesaikan adalah PKPU Tahapan dan PKPU Pendaftaran Parpol Calon Peserta Pemilu.
"[dua PKPU itu] menjadi prioritas utama untuk segera diajukan dalam RDP dengan DPR dan Pemerintah, dengan harapan PKPU tersebut tersedia lebih awal menuju dimulainya tahapan Pemilu 2024 yg rencananya akan dimulai pada tahun 2022 ini," kata Hasyim melalui pesan tertulis.