SuaraJawaTengah.id - Riuh suara anak-anak hingga orang dewasa terdengar dari sebuah gang sempit di sudut Kota Semarang pada Minggu (27/3/22) sore.
Coretan wajah dengan warna hijau, merah dan biru tampak tergores di wajah warga Bustaman, mereka bersiap untuk memulai acara tahunan menjelang Ramadhan yang bernama gebyuran Bustaman.
Tepat pukul 15.30 WIB, suara bedug masjid memecah riuh warga, anak-anak hingga orang dewasa mulai berlarian di setiap sudut kampung.
Dengan membawa bungkusan air warna - warni, mereka mulai melempari setiap orang yang ditemui.
Baca Juga:Warga Memadati Makam Gus Dur Jelang Ramadhan 1443 H
Tradisi tersebut merupakan akhir dari rentetan acara yang digelar oleh warga Bustaman, selain melaksanakan tilik kubur dan berbagai kegiatan lainya jelang Ramadhan.
Seorang Tokoh Kampung Bustaman, Hari mengungkapkan tradisi tersebut sudah berlangsung sejak tahun 1743.
"Tradisi tersebut digelar untuk menghormati Kyai Bustaman yang membuat sumur pada tahun tersebut, sampai sekarang sumur itu berusia 279 tahun lebih dan masih digunakan oleh warga," kata Hari.
Hari menjelaskan, awal tradis gebyuran menggunakan air sumur dan air sungai dan menggunakan gayung untuk melempar air.
"Tapi sekarang menggunakan air yang dibungkus plastik, meski sedikit berubah namun maknanya masih sama," paparnya.
Baca Juga:Kapolri Minta Tidak Ada Lagi Kelangkaan Minyak Goreng Curah Jelang Ramadhan
Menurut Hari, tradisi gebyuran dimaknai warga sebagai prosesi penyucian diri untuk menyambut Ramadhan.
"Istilahnya penyucian, dengan badan basah dan diguyur air, kesalahan dan dosa ikut luntur. Tradisi ini juga menjadi kebanggaan warga," tambahnya.
Warga Bustaman lainnya, Endang (51) mengatakan tradisi tersebut memang ditunggu-tunggu masyarakat.
"Tradisi gebyuran sudah ada sejak lama di kampung ini, bahkan tak lengkap jika menyambut Ramadhan tak ada tradisi gebyuran," kata wanita paruh baya tersebut dengan kondisi basah kuyup.
Sembari mengawasi kondisi sekitar dan waspada terhadap lemparan bungkusan air, Endang menyebutkan, warga menyambut suka cita tradisi tersebut.
"Ya kami senang, tidak ada yang marah saat terkena lemparan bungkusan air. Dan semua warga Bustaman ikut dalam tumpah ruah tradisi ini," ucapnya.
Prosesi gebyuran berhenti tepat pukul 17.00 WIB ditandai dengan suara bedug, usai gebyuran acara dilanjutkan makan bersama warga dengan gule khas Bustaman.
Kontributor : Aninda Putri Kartika