SuaraJawaTengah.id - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi adanya potensi gempa dengan kekuatan 8,7 Magnitudo dengan dampak tsunami setinggi 10 meter di pesisir Cilacap, Jawa Tengah baru-baru ini.
Hal tersebut terucap dari paparan Kepala BMKG Pusat, Dwikorita Karnawati saat mengisi Sekolah Lapang Gempabumi Kabupaten Cilacap Tahun 2022 di Cilacap, pada Rabu minggu lalu.
Menanggapi pernyataan tersebut, Ahli Geologi sekaligus pakar kegempaan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Dr.Ir.Asmoro Widagdo, ST, MT, IPM, menjelaskan potensi gempa tersebut tidak menutup kemungkinan bisa terjadi karena wilayah pantai selatan Jawa Tengah merupakan pertemuan lempeng Eurasia-Samudera Hindia masuk ke dalam zona megathrust.
"Itu menyebabkan banyak patahan-patahan disitu. Subduksi menghasilkan patahan-patahan dan salah satunya ada di bawah samudera sana ada patahan naik yang terkenal dengan istilah megathrust," katanya saat dikonfirmasi, Kamis (4/8/2022).
Baca Juga:Pemerintah Serahkan Santunan Senilai Rp105 Juta Untuk Korban Gempa Bumi Selayar
Sementara ini menurutnya megathrust belum banyak bergerak geser mendatar. Sementara sesar naik yang besar sekali diduga baru istirahat dan mengumpulkan penumpukan energi dan ditekan terus.
"Suatu saat bisa bergerak sesar naiknya. Sehingga bisa menghasilkan tsunami besar," jelasnya.
Meski begitu, mengenai waktu kapan terjadinya gempa megathrust yang berimbas pada ancaman tsunami besar belum bisa diprediksi secara pasti. Selama ini ilmuan baru bisa memprediksi lokasi mana saja yang bisa berpotensi menimbulkan gempa besar jika dilihat dari pemetaan.
"Saat ini hanya sekedar prediksi soal waktunya kapan belum bisa dipastikan, tapi bisa dikategorikan zona rawan gempa dan tsunami," terangnya.
Jika dilihat dari sejarahnya, dampak di sepanjang pantai selatan Jawa Tengah baru pernah merasakan tsunami sedang. Contohnya yang pernah terjadi di Pangandaran yang cukup merusak bahkan kerusakannya sampai ke wilayah Kabupaten Banyumas pada beberapa tahun lalu. Sementara untuk luar wilayah bagian Sumatra dampak terparah terjadi di bagian Aceh.
Baca Juga:Sisa Bangunan Akibat Tsunami Palu Belum Dibongkar
"Kita sudah sering rasakan ada tsunami yang ukuran sedang saja. Tidak sampai 10-20 meter yang pernah terjadi di Pangandaran sepanjang pantai selatan Jawa itu sudah cukup merusak. Sedangkan Gempa yang di Aceh tsunaminya tidak sampai 20 meter dapat merusak hingga arah 7 kilometer ke arah darat," ungkapnya.
Sedangkan jika megatrust terjadi di Cilacap ada beberapa wilayah yang perlu waspada dari jarak bibir pantai. Karena dampaknya bisa sampai perbatasan Kabupaten Banyumas.
"Dari Cilacap sampai ke daerah selatan Banyumas sampai daerah Buntu pasti akan terdampak. Mungkin daerah yang terdampak bisa sampai 10 kilometer. Kita lihat dari arah Buntu sampai Kroya itu kan datar ya tidak jauh dari pantai, sedangkan untuk Banyumas kota atau Purwokerto terhalang bukit yang bisa jadi perisai," tuturnya.
Sementara ini, gempa-gempa kecil yang kerap terjadi di wilayah selatan perairan Cilacap menjadi pertanda positif meminimalisir gempa megatrhust. Supaya tidak menyimpan energi besar.
"Kita berharap malah gempa-gempa kecil sering terjadi. Supaya energi dan tegangan yang tersimpan di bawah sana tidak terlalu besar. Kalau tidak ada gempa berarti kan dia menyimpan energi semakin banyak seperti orang yang emosi. Sehingga gempa besarnya tidak terjadi," ujarnya.
Oleh sebabnya, ia mengimbau agar masyarakat yang berada di zona potensi tsunami untuk lebih waspada. Karena ancaman itu pasti ada, tinggal bagaimana masyarakat bersikap.
"Misalnya anak-anak SD dididik bagaimana kalau ada gempa tidak perlu panik dan berhamburan keluar jika memungkinkan untuk berlindung di bawah meja dahulu. Sedangkan masalah tsunami, masyarakat di Indonesia Timur sudah menciptakan teknologi yang cukup bisa diandalkan jadi rumah panggung dan itu dari tanah tingginya 2 sampai 2,5 meter. Itu zaman dahulu digunakan untuk menyikapi adanya tsunami," jelasnya.
Sedangkan untuk penggunaan teknologi Early Warning System (EWS), ia juga meminta agar lebih ditingkatkan lagi. Karena selama ini alat yang ada sudah banyak yang rusak karena ulah tangan manusia.
"Memang banyak kejadian ada yang hilang karena pencuri diambil baterainya mungkin oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab. Bahkan ada juga yang ditemukan mengapung hingga ke Samudra Pasifik hingga Filipina, jika dilihat dari GPS nya. Sehingga kesadaran perlu ditanamkan kepada semuanya," paparnya.
Sementara itu, terkait keberadaan alat EWS yang terpasang di pesisir selatan Jawa Tengah khususnya Kabupaten Cilacap, Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, Wijonardi mengungkapkan sebanyak 22 EWS telah terpasang di sepanjang di wilayah Cilacap. Namun, akibat rusak terkena korosi uap air laut hanya 15 yang berfungsi dengan baik.
"Ada tiga EWS dari BMKG yang dari panel surya. Kalaupun nantinya ada bantuan EWS saya harapkan yang dari panel surya. Karena kalau bukan maka sama saja, kalau terjadi gempa listrik padam maka tidak berfungsi," jelasnya.
Jika dilihat dari panjangnya garis pantai Kabupaten Cilacap idealnya ada sekitar 75 EWS yang harus terpasang. Oleh sebab itu, pihaknya berharap keterlibatan semua pihak termasuk badan usaha untuk membantu menambah alat sistem peringatan dini.
Kontributor : Anang Firmansyah