Ia mengungkapkan, isu perbudakan ABK tidak mudah diselesaikan karena rumit dan sistematik sehingga tidak bisa hanya dilakukan secara parsial tetapi harus butuh banyak pihak yang terlibat.
"Semua orang yang memahami ini bisa bergandengan tangan bersama-sama menyelesaikan persoalan ini dengan baik untuk menyelamatkan ABK yang bekerja di kapal sekaligus mencegah perbudakan kapal di laut," paparnya.
Ia mengatakan, acara diskusi tersebut akan terus berlanjut. Rencananya, akan ada temuan lanjutan di pekan depan.
Diskusi akan terus bergulir sembari mencari peluang paling cepat dan bisa dipilih sebagai intervensi terhadap perlindungan terhadap pekerjaan migran di sektor lautan.
Baca Juga:Warga Filipina Meninggal Dunia di Kapal yang Tengah Berlayar di Perairan Selat Benggala
"Kami ingin perusahaan perekrut ABK supaya mau memperbaiki tata cara bisnis mereka yang menempatkan hak-hak manusia lebih tinggi dari sekedar kepentingan bisnis," ungkapnya.
Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobi Anwar Ma'arif mengatakan, Pemrov Jateng seharusnya lebih repsonsif menyikapi kondisi daerah mereka yang menjadi pusat persoalan perbudakan ABK.
Ia mengharapkan, Pemprov Jateng menindaklanjuti adanya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 22 tahun 2022 tentang Penempatan dan Perlidungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.
Menurutnya, PP tersebut lebih melindungi para ABK. Misalnya mampu menjadi solusi dari sistem penggajian delegasi yang selama ini diterapkan perusahaan agensi yakni gaji ABK diberikan kepada perusahaan agensi bukan secara langsung kepada ABK.
"Tentu ini bahaya dan rawan dengan penggelapan," ujarnya.
Baca Juga:Anak Buah Kapal Tongkang Tewas Terjepit di Perairan Pulau Bawean
Adanya PP tersebut dapat melindungi ABK karena semua perusahaan rekrutmen harus memiliki Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) yang mana mematok semua perusahaan perekrut harus memiliki deposito sebesar Rp1,5 miliar.