Di Indonesia, 46 persen konsumen mengatakan bahwa mereka “sangat terpengaruh” oleh kenaikan harga. Kategori produk yang dirasakan mayoritas konsumen Indonesia mengalami kenaikan harga signifikan, yaitu makanan (87 persen), gas (68 persen), dan minuman (52 persen).
Meskipun demikian, mereka terus melakukan pembelian untuk kebutuhan pokok seperti; makanan, produk pembersih, dan produk perawatan pribadi. Sedangkan, pada pengeluaran sekunder/kesenangan, seperti perjalanan domestik maupun internasional, kegiatan-kegiatan kebudayaan, dan lainnya, konsumen mulai melakukan penghematan.
Selain itu, sebagian besar (40 persen) konsumen masih ragu-ragu untuk melakukan pembelian dalam jumlah besar atau big ticket purchase, seperti rumah dan mobil.
"Kenaikan harga barang-barang rumah tangga, seperti makanan, gas, dan minuman, akibat inflasi mulai mempengaruhi daya beli konsumen. Meskipun kita lihat optimisme masyarakat Indonesia terhadap ekonomi nasional positif, namun mereka akan lebih kritis dan berhati-hati dalam berbelanja dan memilih produk," tambah Soeprapto Tan.
Baca Juga:Mulai Hari Ini Tidak Perlu Lagi Tes PCR dan Antigen Saat Pergi Dengan Pesawat
Mayoritas konsumen masih memilih lebih banyak berbelanja online, meskipun di antara mereka sudah berbelanja secara offline, baik di supermarket, minimarket, maupun pasar dan toko konvensional seminggu sekali atau lebih.
Khususnya konsumen Indonesia (59 persen) mengaku lebih sering berbelanja online saat ini dibandingkan dengan 6 bulan lalu. E-commerce adalah saluran belanja online paling banyak digunakan konsumen, dibandingkan melalui media sosial, aplikasi transportasi, maupun situs resmi.
Kategori produk yang banyak dibeli konsumen Indonesia secara online yaitu fesyen dan pakaian olahraga (75 persen), top up saldo e-wallet maupun pembayaran tagihan (70 persen), serta makanan dan minuman (55 persen). Lebih rinci, gen Z dan milenial lebih sering menggunakan jasa layanan antar-pesan dan pembayaran digital dibandingkan gen X.
"Dengan sebagian besar Asia Tenggara bertransisi ke fase endemik COVID-19 dan mengatasi inflasi, semakin penting bagi para pemimpin untuk melatih ketahanan dan pandangan ke depan jangka panjang untuk beradaptasi terhadap perubahan yang cepat dan kompleks," kata dia.
"Masa inflasi memang menantang—bagaimana kita akan berinovasi? Sesuaikan strategi penetapan harga? Pikirkan kembali diferensiasi merek? Di tengah ketidakpastian, jalan ke depan perlu menentukan apa yang tepat untuk konsumen Anda, menyeimbangkan keuntungan jangka pendek dan risiko jangka panjang, dan yang paling penting, membangun empati Anda untuk menciptakan hubungan nyata dengan konsumen serta mengambil tindakan yang relevan," ujar Soeprapto Tan.
Baca Juga:Menko Airlangga: 3 Wilayah KEK Hasilkan Investasi Rp 29,1 Triliun
Aktivitas Kembali Normal
Masyarakat Asia Tenggara lebih bersemangat untuk bersosialisasi dengan meningkatnya jumlah vaksinasi dan kembali melambungnya pariwisata. Dari hasil survei SEA Ahead gelombang ke-6, mayoritas masyarakat Asia Tenggara menyatakan percaya diri untuk bersantap di restoran (74 persen), mengunjungi keluarga/teman (77 persen), dan berpartisipasi dalam pertemuan/acara budaya (77 persen).
Sementara sebagian besar masyarakat mulai kembali ke cara pra-pandemi mereka, beberapa perilaku yang diadopsi selama pandemi tetap ada termasuk menjadi lebih sadar akan kesehatan.
Di seluruh Asia Tenggara (87 persen) secara proaktif mengelola kesehatan dan kebugaran mereka melalui pilihan makanan dan minuman, sementara 85 persen membeli produk yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental mereka. Misalnya, 40 persen menggunakan lebih sedikit rokok elektrik dan 35 persen mengonsumsi lebih sedikit alkohol.