SuaraJawaTengah.id - Gunungan sampah di tempat pembuangan akhir Pasuruhan, Magelang menjadi berkah bagi para pemulung. Sering menemukan benda berharga yang tidak sengaja terbuang bersama sampah.
Tarsudi (56 tahun), mengaku bekerja sebagai penjaga malam di TPSA Pasuruhan, Mertoyudan sejak tempat itu dibuka tahun 1996. Upahnya saat itu baru Rp300 ribu sebulan.
Jika malam Tarsudi menjadi petugas keamanan, siang hari waktunya diisi dengan memulung sampah.
Warga Dusun Wayuhrejo, Desa Pasuruhan ini mengaku bisa mendapat uang sekitar Rp3 juta per bulan dari hasil menjual rongsok. Sampah plastik, alumunium, dan besi dikumpulkan dari truk-truk sampah yang buang muatan di Pasuruhan.
"Sampah saya pilah-pilah lagi yang laku dijual yang bisa didaur ulang. Seperti plastik, alumunuim, besi. Saya ambil yang laku-laku dijual lagi itu," kata Tarsudi saat ditemui di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Pasuruhan, Kamis (23/9/2022) sore.
Pendapatan Tarsudi dari memulung rongsokan, bahkan lebih besar dari honornya sebagai tenaga harian lepas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Magelang.
Saat memilah rongsokan, Tarsudi juga sering menemukan barang-barang berharga yang tidak sengaja ikut terbuang bersama sampah. "Paling sering nemu uang. Pernah nemu Rp1 juta. Pernah juga Rp900 ribu."
Tapi paling heboh saat Tarsudi menemukan cincin emas saat sedang memulung di TPSA Pasuruhan. Tidak sengaja dia melihat benda berkilau itu menempel pada besi keruk ekscavator yang sedang sibuk mencedok sampah.
Temuan langsung dieksekusi ke toko emas terdekat. Cincin dijual seharga Rp2 juta yang sebagian uangnya dipakai untuk mentraktir makan teman-teman sesama pemulung.
Baca Juga:Bangun Kantor Baru, Pemkot Magelang Siapkan Dana Rp70 Miliar
"Saya nemu cincin itu menempel di bucket (keruk) ekscavator. Kurang lebih 2 gram. Baru satu kali itu saya nemu cincin di tempat buangan sampah."
Barang berharga lainnya yang kerap ditemukan terbuang bersama sampah adalah keris. Beberapa diantaranya menurut Tarsudi merupakan pusakan keris berumur tua.
"Kalau hanya temuan keris manten (keris asesoris pernikahan) sering mas. Tapi ada beberapa keris sepuh yang sepertinya tidak sengaja terbuang bersama sampah," ujar Tarsudi.
Tarsudi biasanya tidak menjual keris pusaka hasil temuan. Dia menganggap barang-barang pusaka itu sebagai rejeki yang hanya boleh disimpanya di rumah dan tidak untuk diperjual belikan.
Dia bersukur selama 26 tahun menjadi pemulung sekaligus penjaga malam di TPSA Pasuruhan, belum pernah menemukan benda aneh atau mengerikan dibuang di sini. Mayat orok misalnya.
"Alhamdulillah belum pernah ada menemukan mayat bayi. Moga-moga jangan. Kalau orang buang kasur bekas banyak."
Lamanya masa kerja Tarsudi di TPSA Pasuruhan membuatnya hapal betul seluk beluk tempat buang limbah warga Magelang itu. Dia bahkan menjuluki diri sebagai “genderuwo” Pasuruhan.
Tarsudi mengaku selama pengalamannya menjadi penjaga malam di TPSA Pasuruhan, tidak pernah menemukan kejadian ganjil yang mistis.
"Nggak ada. Takut semua sama saya. Tak pelintirke brengos (saya pelintirkan kumis)," kata Tarsudi sambil terkekeh, menampakkan gigi serinya yang sebagian menghitam.
Meski bergelut dengan sampah setiap hari, Tarsudi mengaku tidak memiliki keluhan sakit yang serius. Paling banter batuk, pilek, serta masuk angin, penyakit yang paling sering diderita lelaki paro baya.
Pria gempal berpawakan pendek ini masih gesit menyapu sisa sampah hasil pembuangan pagi tadi. Sesekali dia memandang tinggi ke puncak gunungan sampah yang berdiri di hadapannya.
"Lihat gunungan sampah setinggi ini suka ngeri? Takut longsor? Ya nggak lah. Sudah biasa lihatnya kok," ujar Tarsudi.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi