SuaraJawaTengah.id - Awan mendung menggelayut ketika perahu yang dikemudikan dari Dermaga Sleko, Kabupaten Cilacap bersandar di Dusun Bondan, Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, Jumat (14/10/2022).
Sudah hampir sebulan memang, wilayah Kabupaten Cilacap selalu diguyur hujan dengan intensitas tinggi. Tak terkecuali di Dusun Bondan. Meskipun, secara teritorial hanya berjarak kisaran 50 km dari pusat pemerintahan, dusun ini termasuk kawasan terluar dan terpencil.
Karena akses tercepat menuju Dusun Bondan harus ditempuh menggunakan perahu melalui jalur Segara Anakan yang membelah antara perairan Pulau Nusakambangan dengan daratan Kabupaten Cilacap.
Otomatis, kawasan ini sebagian besar adalah rawa-rawa. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani tambak.
Baca Juga:9 Anak Jadi Korban Pelecehan Seksual Guru Ngaji di Cilacap
Namun ada saja kendala yang harus dihadapi masyarakat dengan mayoritas pendatang dari wilayah Kabupaten Karawang ini. Warga setempat kerap kali merugi terutama yang bermata pencaharian sebagai petani tambak.
Seperti yang dialami Aming Sanjaya (39). Kolam tambak miliknya kerap kali jebol dihantam banjir rob yang datang dan pergi sewaktu-waktu. Ia mengaku sudah 9 tahun bertahan dengan kondisi seperti ini sejak kepindahannya dari Kabupaten Karawang.
"Selama ini sering banjir. Bahkan belakangan, bisa dua kali pasang robnya. Setiap tahun pasti banjir, baik itu rob maupun kiriman," kata Aming saat ditemui di kediamannya.
Tambak yang diisi berbagai macam ikan di halaman rumahnya, tak luput dari terjangan banjir rob. Alhasil, Aming kerap gigit jari karena mengalami kerugian.
"Tambak saya itu sering banget kena banjir, bandeng maupun udang habis karena lepas. Soalnya kalau rob permukaan air rata semua dengan jalan dan sungai," terang pria berlogat sunda ini.
Baca Juga:Video Viral Jembatan Adipala Cilacap Ambruk, BPBD: Hoax!
Jika sudah begitu tak banyak yang bisa ia lakukan. Karena banjir rob datang tak kenal waktu. Belakangan, air laut kerap naik pada dini hari dimana orang seharusnya beristirahat.
"Kemarin air naik itu sekitar jam 2 pagi. Kalau banjir ya tidak kemana-mana hanya nunggu air surut. Baru beres-beres lagi. Tidur tetap di dalam rumah," jelas Aming.
Di rumahnya, ia hanya tinggal berdua bersama istri. Lantainya masih beralaskan tanah. Sedang temboknya, berbahan kayu dengan halaman belakang langsung berbatasan dengan sungai.
Ia yang merupakan pendatang dari Karawang mengaku tertarik untuk pindah ke Dusun Bondan karena meneruskan tambak orangtuanya. Mereka sudah lebih dahulu pindah kesini puluhan tahun lalu. Sedangkan ia, hanya mengikuti kemauan orangtuanya.
Selama ini warga setempat tidak memiliki informasi peringatan dini ketika akan datangnya banjir. Sehingga perlu adanya pemasangan Early Warning System (EWS) untuk kedatangan banjir rob atau buangan.
Ketika air mulai pasang dan mulai masuk ke jalanan, otomatis alat ini akan berbunyi memberikan peringatan kepada masyarakat bahwa akan adanya air besar.
Asa untuk memaksimalkan hasil panen tambak udang muncul dua tahun belakangan. Kehadiran alat Early Warning System (EWS) untuk deteksi banjir yang terpasang di dusun tersebut sedikit banyak berhasil menurunkan angka kerugian bagi para petani tambak.
"Dengan adanya EWS jadi bisa tahu bakal ada banjir rob besar. Jadi kita bisa antisipasi apa saja yang bisa kita perbuat untuk menyelamatkan barang-barang," kata pria berambut ikal ini.
Sifat banjir rob tidak langsung datang menerjang bagaikan banjir bandang. Permukaan air mencapai batas maksimal butuh waktu dua jam lebih. Jadi masih ada waktu bagi Aming untuk menyiapkan tambak agar tidak jebol.
"Saya biasanya meninggikan tanggul kalau alat itu sudah bunyi. Lumayan, rentang waktunya cukup agar tambak saya tidak luber. Jadi ikannya tidak pada lepas ke sungai," aku Aming.
Dengan adanya alat EWS ini, Aming saat ini bisa memperkirakan kapan waktunya untuk bergerak menyelamatkan tambak. Barang elektronik yang ada di rumahnya juga bisa selamat dari banjir rob setinggi 50 cm yang datang pada periode tertentu.
Selain sangat dibutuhkan untuk warga masyarakat Dusun Bondan, perawatan alat EWS ini juga dibuat ramah lingkungan. Karena bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Hybird (PLTH) bantuan PT Kilang Pertamina Internasional Unit Cilacap melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
Muhamad Jamaludin warga setempat yang juga dipercaya sebagai pengelola PLTH dan alat EWS ini menjelaskan sejak adanya para pendatang yang hidup di sini puluhan tahun lalu, Dusun Bondan belum pernah sekalipun teraliri listrik. Letak geografis menjadi kendala utama.
Oleh sebabnya untuk pengoperasian alat elektronik, warga setempat murni memanfaatkan tenaga surya melalui PLTH sejak tahun 2017. Pengoperasiannya perpaduan antara panel surya dengan kincir angin.
"Program PLTH sudah dari tahun 2017. Tahap pertama itu terdapat 14 titik kincir angin, kemudian di tahun 2018 dikembangkan jadi daya besar. Sekarang dayanya sudah 12 ribu wattpik," katanya.
Terdapat sedikitnya 70 Kepala Keluarga dengan kisaran 220 jiwa yang hidup mengandalkan alat ini karena memang semuanya terdampak.
Sedangkan untuk pengembangan alat EWS dimulai dari tahun 2020 lalu. Sebelum itu banyak warga yang rugi karena tambak miliknya jebol diterjang banjir rob.
"Banjir di sini kita bilang rob laut. Ketinggiannya mencapai 50 cm di dalam rumah dan jalanan. Selama adanya alat ini dari tahun 2020 alat ini sudah berfungsi dua kali kejadian banjir yang sangat tinggi. Karena ini di settingnya dengan ketinggian air yang maksimal," ungkap Jamal.
Cakupan suara yang dihasilkan alat EWS ini mencapai radius 3 km dari titik terpasang. Cukup untuk menjangkau seluruh permukiman Dusun Bondan. Terlebih jika banjir mulai datang. Karena suara sirine lebih menggema.
"Ketinggian waring dari dasar tanggul itu 120 cm. Pokoknya ketika banjir ikan sudah aman. Yang penting tanggul jangan jebol. Jadi walaupun air naik ke atas tanggul, ikan aman cuma muter-muter aja tidak kabur ke kali," tuturnya.
Banjir rob di wilayah Dusun Bondan maksimal durasinya 2 jam. Kemudian air akan kembali surut. Biasanya berulang sampai empat hari berturut-turut. Waktunya tergantung kondisi.
"Waktu penghujan seperti saat ini besarnya air lebih banyak waktu malam hari. Ketika jam 2 atau 3 dinihari. Jadi masyarakat juga bisa waspada saat sore harinya. Sedangkan untuk malam hari tinggal menyelamatkan alat elektronik yang ada di dalam rumah," ujarnya.
Area Manager Communication, Relations & CSR PT Kilang Pertamina International Unit Cilacap Cecep Supriyatna menjelaskan adanya alat yang terpasang di Dusun Bondan untuk membantu menyelamatkan ikan warga yang memiliki tambak.
"Kenapa dipasang EWS? Di sana itu tiba-tiba rob tinggi sekali, melebihi tanggul daripada tambak. Sehingga ikannya pada lepas berpindah ke tambak sebelahnya atau ke sungai," kata Cecep saat ditemui.
Secara kebetulan Pertamina sudah memasang energi listrik bertenaga surya dan kincir melalui solar cell. Oleh sebabnya tercetuslah ide pemasangan EWS agar masyarakat Dusun Bondan semakin terbantu secara perekonomian.
Kontributor : Anang Firmansyah