2019 lalu, Griya Welas Asih kembali pindah, bahkan mendapatkan rumah secara sukarela dari seorang dermawan, yang mau meminjamkan rumahnya untuk dijadikan rumah singgah.
"Saya sangat bersyukur dan selalu berdoa agar anak-anak asuh saya dapat tempat yang layak. Rumah yang ditempati sekarang bantuan dari donatur," terangnya.
Selain memberikan ruang aman, ia juga mendorong anak asuhnya untuk tetap melanjutkan pendidikan. Ia tak mau anak asuhnya putus sekolah pasca melahirkan, selain itu ia menjadi jembatan antara orang tua dan anak asuhnya agar dapat diterima keluarga.
Ia mengupayakan anak asuhnya untuk mendapatkan kejar paket agar dapat menyelesaikan sekolah hingga meraih jenjang universitas.
Baca Juga:Sidang Kasus Aborsi 7 Janin di Makassar, Saksi Ketakutan Lihat Terdakwa Pria
Hak mendapatkan akses kesehatan yang layak untuk anak asuhnya juga diupayakan Mama Rosa. Meski demikian, jalan terjal kembali ia lewati, kala stigma hamil tanpa pertanggungjawaban lak-laki dan anak asuhnya yang menjadi korban pemerkosaan melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan milik pemerintah.
Mama Rosa mengungkapkan, anak asuhnya sempat mendapatkan stigma hingga berujung trauma dan tak mau menjalani pemeriksaan rutin kehamilan. Lantaran fasilitas kesehatan tersebut dinilai tidak ramah untuk perempuan dengan kondisi KTD dan korban pemerkosaan.
"Karena anak asuh ini masih di bawah umur dan hamil lalu mereka mendapatkan omongan yang membuat trauma, seperti kok bisa hamil padahal masih kecil. Itu bikin saya berpikir tidak seharusnya anak asuh saya diperlakukan seperti itu," bebernya.
Bersama kerabatnya Mama Rosa menemukan salah satu bidan di Kota Semarang yang mau melayani anak-anak asuhnya secara penuh tanpa adanya stigma negatif.
Menurut Rosa, bidan tersebut selalu memberikan pemeriksaan rutin kehamilan hingga konseling psikologi kepada anak asuhnya.
Baca Juga:Siskaeee Ungkap Alasan Pamer Alat Vital Vulgar: Balas Dendam Karena Alami Hal Pilu Ini
"Saya coba cari-cari bidan yang memang mau menolong kondisi anak asuh saya, saya jelaskan kondisi mereka seperti apa, agar nantinya tidak ada stigma lagi dan akhirnya saya nemu salah satu bidan namanya Klinik Bidan Hendriyati," ucapnya.
Hampir 6 tahun berjalan, Griya Welas Asih telah merawat 40 perempuan dengan kondisi KTD dan korban pemerkosaan dengan 35 bayi.
Rata-rata perempuan tersebut berusia belasan tahun dan berasal dari berbagai daerah seperti Kabupaten Grobogan, Kendal, Pekalongan bahkan Jawa Timur hingga Sumatera.
Saat ini ia mengalami kendala keterbatasan tempat, lantaran rumah singgah yang digunakan hanya memiliki 5 kamar dan hanya bisa menampung 10 orang dengan dua orang pendamping yang berjaya hampir 24 jam.
"Sebenarnya banyak anak perempuan dengan kondisi hamil dan kurang beruntung yang akan dititipkan di Griya Welas Asih tapi karena keterbatasan tempat kami belum menerima," imbuhnya.
Rosalia Amaya juga berharap adanya peran dari pemerintah dalam menangani dan menyediakan rumah aman bagi perempuan serta remaja yang mengalami KTD.