Mengungkap Jejak Pangeran Dipokusumo, Pejuang dan Guru Petani Pengikut Diponegoro

Jejak Pangeran Dipokusumo yang diyakini makamnya berada di kawasan Gunung Kuli, Dusun Gelap, Desa Podosoko, Sawangan, Magelang

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 05 April 2023 | 18:35 WIB
Mengungkap Jejak Pangeran Dipokusumo, Pejuang dan Guru Petani Pengikut Diponegoro
Gerbang menuju makam Pangeran Dipokusumo. (Suara.com/ Angga Haksoro Ardi).

SuaraJawaTengah.id - Perang Jawa (De Java Oorlog) memaksa pemerintah kolonial Belanda merombak total strategi penjajahan di bumi Nusantara. Mengubah lanskap sosial masyarakat Jawa.

Meski masa Perang Jawa berlangsung relatif singkat (1825-1830), lukanya membekas dalam bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Merenggut nyawa 200 ribu penduduk serta pejuang Jawa, 8 ribu serdadu Belanda, dan 7 ribu laskar pribumi. Perang Diponegoro menjadi perang paling “mahal” yang harus ditebus pemerintah kolonial. 

Konon belum pernah ada perang dimanapun di tanah Nusantara yang melibatkan -nyaris- seluruh lapisan masyarakat. Kecu, begal, petani dan rakyat biasa, berbaris mengangkat senjata di bawah panji perang Pangeran Diponegoro.

Baca Juga:Duar!!! Rumah di Magelang Meledak Diduga Akibat Bubuk Mercon, Satu Orang Tewas

Tidak aneh jika kemudian setelah perang usai, jejak pengikut sang pangeran tercecar di banyak tempat di sekitaran Magelang.

Salah satunya adalah jejak Pangeran Dipokusumo yang diyakini makamnya berada di kawasan Gunung Kuli, Dusun Gelap, Desa Podosoko, Sawangan, Magelang.

Setelah Pangeran Diponegoro ditangkap dengan cara licik pada 28 Maret 1830 di wisma Karesidenan Kedu di kota Magelang, pengikutnya tercerai berai. 

Pangeran Dipokusumo bersama Pangerang Diposakti menghindari kejaran serdadu Belanda ke arah timur. Menyusuri Kali Elo menuju hulu Kali Soti, menjelang sore Pangeran Dipokusumo tiba di permukiman peduduk.

Kedatangan kedua pengikut Pangeran Diponegoro di kawasan ini disambut kabut tebal nan gelap yang menyebabkan para serdadu Belanda kehilangan jejak.

Baca Juga:Fenomena Laron di Magelang, Pengendara Sepeda Motor Banyak yang Terjatuh Akibat Jalan Menjadi Licin

Di permukiman penduduk yang kelak mendapat nama Dusun Gelap ini, Pangeran Dipokusumo dan Pangeran Diposakti memutuskan menetap.

Tolak Meriam dari Gunung Kuli

Pangeran Dipokusumo, layaknya semua pemimpin pasukan perang Pangeran Diponegoro, dikisahkan memiliki kesaktian yang mumpuni.

Bahkan jauh setelah Pangeran Dipokusumo wafat dan dimakamkan di puncak Gunung Kuli, kesaktiannya melindungi warga setempat masih bisa dirasakan.

Dari cerita turun temurun dikisahkan bahwa Belanda yang bermarkas di kota Magelang pernah menembakkan meriam ke arah Gunung Kuli.

Belanda mendapat informasi bahwa Desa Soronalan yang berada di timur Gunung Kuli dijadikan markas pejuang republik. Belanda bermaksud menggempur basis pertanahan tentara RI.  

Menurut cerita warga, peluru meriam yang dilontarkan dari kota Magelang hancur berkeping-keping sebelum sempat melintas di atas Gunung Kuli.

“Pada masa penjajahan setiap ada bom yang diarahkan ke sini, Gunung Kuli selalu melindungi. Bom tidak bisa melewati Gunung Kuli karena ada makam beliau (Pangeran Dipokusumo),” kata Kepala Dusun Gelap, Rosidin.

Lelaki berusia 37 tahun ini menjelaskan ada alasan mengapa bukit tempat makam Pangeran Dipokusumo diberi nama Gunung Kuli. Bukit sekira tinggi 250 meter itu bernama lengkap Gunung Kuli Kadiluwih.   

“Bahasa Jawa yang umum itu artinya tidak ada yang berani melebihi. Tidak ada yang bisa melebihi kekuatan. Kadiluwih itu artinya banyak kelebihan.”

Di dalam cungkup makam, terdapat 3 nisan yang masing-masing tertera nama Pengeran Dipokusumo, Pangeran Diposakti, dan Raden Ajeng Roro Asih.

Keterangan yang diyakini warga sekitar, Pangeran Dipokusumo adalah putra Adipati Pengging, Pangeran Benowo II.

Mengikuti panggilan perang dari Pangeran Diponegoro, menyebabkan Pangeran Dipokusumo akhirnya menetap dan wafat di Dusun Gelap.

Sengkarut Makam Dipokusumo

Ada dua versi kisah rakyat terkait keberadaan makam Dipokusumo di Gunung Kuli. Pendapat pertama meyakini tempat ini adalah lokasi dimakamkannya Pangeran Dipokusumo.

Kisah lain menyebutkan jika lokasi ini hanya tempat petilasan Pangeran Dipokusumo dan Pangeran Diposakti.

Versi kedua dikuatkan dengan keberadaan makam Dipokusumo di Kecamatan Kretek, Parangtritis Bantul dan makam Dipokusumo lainnya di Makam Taman, Madiun, Jawa Timur.

Pangeran Dipokusumo yang dikebumikan di kompleks Makam Taman, adalah Bupati Madiun periode 1810-1820. Beliau dikenal sebagai adik dari Pangeran Diponegoro.

Terkait adanya makam Pangeran Dipokusumo di Yogyakarta dan Madiun, Kepala Dusun Gelap, Rosidin berpendapat:

“Itu kan seperti sekarang ini ada Sultan Hamengku Buwono I dan seterusnya. Pangeran Dipokusumo I dan II dimana kami kurang tahu. Tapi ada makam lagi (Pangeran Dipokusumo) yang di daerah sini.”

Menurut Rosidin pernah suatu ketika pihak desa terhubung dengan pihak Kesultanan Surakarta dan Yogyakarta. Mereka meneliti keberadaan makam Pangeran Dipokusumo di Gunung Kuli.   

“Dulu pernah di-survei dari Jogja dan Solo tapi kebetulan bukan saya yang mendampingi. Hasil penelitiannya bagaimana juga belum ada tindak lanjut,” ujar Rosidin.

Sang Guru Pertanian

Warga meyakini keberadaan Pangeran Dipokusumo memberikan perlindungan kepada penduduk sekitar.

Tidak hanya melindungi wilayah desa dari gempuran artileri Belanda pada masa perang kemerdekaan, Pangeran Dipokusumo secara tersirat melindungi warga dari bencana Gunung Merapi.

Warga sekitar makam meyakini ‘Pengeran Dipokusumo’ akan memberikan pertanda jika Gunung Merapi akan erupsi.

Tanda itu serupa siulan bernada tinggi yang persis suara peluit sawangan yang biasa dipasang pada pangkal ekor merpati.

“Warga yang mengetahui itu ada suara burung merpati berputar-putar pada malam hari di wilayah kampung terus kembali lagi ke arah Gunung Kuli.”

Menurut Rosidin tanda peringatan itu terdengar sebelum erupsi besar Merapi tahun 2010, dan yang terbaru saat terjadi guguran awan panas pada 11 Maret 2023 lalu.

“Kalau sudah muncul pertanda itu bisanya ada yang ziarah ke makam. Kita mengadakan tahlil memohon keselamatan kepada Tuhan.”

Selain dikenal setia memberi perlindungan warga dari ancaman bahaya, Pangeran Dipokusumo juga mewarisi ilmu bercocok tanam.

Semasa hidup di Dusun Gelap, Desa Podosoko, Pangeran Dipokusumo mengajarkan masyarakat cara menanam jagung, membuka lahan perkebunan, dan cara menderes nira kelapa.

Keahlian menyadap nira kelapa ini yang hingga hari ini diwarisi oleh sebagian besar penduduk Dusun Gelap.

“Warisan ilmu pertanian yang diwariskan Pengeran Dipokusumo yang paling jelas menonjol sadap nira kelapa atau badek itu. Itu yang paling jelas dari wewarah (pembelajaran) jaman dulu.”  

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak