Tari Bedhaya Anglir Mendhung Keraton Solo: Menyimpan Cerita Perang Mangkunegara I Melawan Hamengkubuwana I

Bedhaya Anglir Mendhung merupakan tarian yang hanya dipertunjukkan pada jumenengan maupun tingalan jumenengan. Tarian ini telah ada sejak masa Mangkunegara I

Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 18 November 2023 | 08:51 WIB
Tari Bedhaya Anglir Mendhung Keraton Solo: Menyimpan Cerita Perang Mangkunegara I Melawan Hamengkubuwana I
Penari sedang latihan Tari Bedhaya Anglir Mendhung di Pendopo Pura Mangkunegaran. [suara.com/ari welianto]

SuaraJawaTengah.id - Bedhaya Anglir Mendhung merupakan tarian yang hanya dipertunjukkan pada jumenengan maupun tingalan jumenengan. Tarian ini telah ada sejak masa Mangkunegara I, yakni Raden Mas Said. Tidak sembarangan, tarian ini hanya boleh dilakukan di dalam Pura Mangkunegaran.

Tari Bedhaya Anglir Mendhung ternyata menggambarkan laga perang yang dihadapi oleh Mangkunegara I saat berada di Desa Kasatriyan, Ponorogo. Awan-awan yang bergelayutan menjelang pertempuran itu ditafsirkan sebagai cikal-bakal penamaan tarian ini.

Dalam perang tersebut, Mangkunegara I melawan pasukan Sultan Hamengkubuwana I. Perang tersebut adalah perang pertama yang dihadapi oleh R.M. Said sebelum pertempuran dahsyat yang lain.

Profil Mangkunegara I

Baca Juga:Pernikahan Kaesang dan Erina Gudono Bawa Berkah Bagi Sebagian Masyarakat Kecil

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I memiliki nama kecil Raden Mas Said. Ia lahir di Kartasura 7 April 1725. Ia adalah pendiri Praja Mangkunegaran, sebuah kadipaten agung di Solo, sekaligus merupakan pahlawan nasional.

R.M. Mas Said merupakan putra K.P.A Mangkunegara, yakni putra tertua Sunan Amangkurat IV (Pakubuwana I) yang dibuang VOC ke Srilangka. Perjuangan R.M. Said sendiri dimulai bersamaan dengan pemberontakan laskar Tionghoa di Kartosuro.

Kala itu, ia yang berusia 19 tahun bergabung bersama-sama untuk menuntut keadilan untuk orang-orang Tionghoa dan rakyat Mataram. Di mana mereka tertindas oleh Kumpeni Belanda VOC dan rajanya sendiri, Pakubuwono II.

Singkat cerita, R.M. Said kemudian menikah dengan putri Kyai Kasan Nuriman, Raden Ayu Kusuma Patahati, sesaat setelah Pangeran Mangkubumi menyatakan keikutsertaannya memberontak Belanda.

Tak lama setelah itu, ia dinikahkan dengan putri Pangeran Mangkubumi yang bernama Raden Ayu Inten (Kanjeng Ratu Bandara) di usianya yang ke-22 tahun. Namun, setelah putus dari laskar R.M. Garendi dalam melawan Belanda, R.M. Said kemudian memakai nama Pangeran Mangkunegara.

Baca Juga:Tamu Undangan Dilarang Pakai Batik Parang, Kaesang Pangarep: Kita Kan Cuman Rakyat Biasa

Sejak saat itu, ia mati-matian melawan Belanda hingga berpindah-pindah tempat. Ketika mendengar kabar bahwa Susuhunan Pakubuwana II wafat, R.M Said menemui Pangeran Mangkubumi dan memintanya menjadi raja Mataram. Ketika itu, ia dinobatkan sebagai panglima perang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini