Ia bernama Arung Petuju. Perubahan dari petuju menjadi petojo tampaknya lazim di Batavia pada waktu itu. Seperti halnya kata pancuran kemudian diucapkan jadi pancoran.
Pada 1816 kawasan Petojo sudah dimiliki oleh Willem Wardenaar di samping tanah-tanah di daerah-daerah lainnya, seperti Kampung Duri dan Kebon Jeruk yang pada waktu itu biasa disebut Vredelust.
Petojo merupakan nama kawasan di Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, yang kini wilayahnya dibagi 2 menjadi Petojo Utara dan Petojo Selatan. Dahulu kawasan itu cukup teduh karena banyak pepohonan rindang.
Namun, seiring dengan perkembangan kota Jakarta, banyak pohonannya ditebang untuk mendapatkan lahan yang dibangun perumahan dan perkantoran.
Baca Juga:Momen Ganjar Pranowo Bertemu Bu Ros: Ibu Kos Terbaek yang Suka Nyuciin Baju Saya