SuaraJawaTengah.id - Satreskrim Polrestabes Semarang menggerebek sebuah rumah kos di Jalan Kanguru, Gayamsari Semarang yang diduga dijadikan tempat pijat plus-plus.
Dalam penggerebekan itu, seorang muncikari bernama Devi Anjula (20) juga diamankan, 29 Mei lalu.
Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, Kompol Andika Dharma Sena mengungkapkan jika pelaku menjajakan jasa pijat plus tersebut lewat aplikasi MiChat.
"Iya betul ada pakai aplikasi itu (MiChat)," kata Andika dilansir dari Ayosemarang.com--jaringan Suara.com, Rabu (5/6/2024).
Baca Juga:Wow! Pemkot Semarang Bakal Produksi Petasol Pengganti Bio Solar
Sementara itu Bhabinkamtibmas Gayamsari, Aiptu Yudi Subiyantoro mengatakan sudah mendatangi kos tersebur dan bertanya dengan penjaganya.
Ternyata aksi Devi dilakukan sembunyi-sembunti sehingga pihak penjaga dan pemilik kos tidak tahu.
"Betul, kejadian Devi itu di wilayah saya di jalan Kanguru. Saya dengan penjaga kos sudah cek lokasi dan dapat info memang tidak ada spa. Devi itu hanya membuat akun Spa. Ya itu dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik dan penjaga," kata Yudi.
Berdasarkan data yang didapat, Devi dibekuk 29 Mei 2024 oleh tim PPA Polrestabes Semarang setelah korban dan keluarganya lapor polisi. Dia memperkerjakan H (15) sebagai terapis pijat plus.
Kemudian saat didatangkan di Polrestabes, Devi mengaku bertemu korban dalam acara komunitas motor.
Baca Juga:Cuaca di Semarang dan Sekitarnya Berpotensi Diguyur Hujan pada 4 Juni 2024
Dia mengajak korban pada bulan April 2024 lalu dan ia berkilah tidak tahu usia korban.
"Dia ikut kopdar komunitas. Ketemu sama saya. Komunitas motor. Dia mau, terus kerja. Pas bilang umurnya 19. Baru sebulan," ujar Devi.
Kemudian dia mengungkapkan sekali pijat di tempatnya, pelanggan membayar Rp 350 ribu sampai Rp 450 ribu.
Lalu dia sebagai pemilik panti pijat mendapat bagian Rp 50 ribu sampai Rp 150 ribu.
"Saya 50 (ribu rupiah) sampai 150. Tarif 350-450. Saya menyiapkan kamar," aku Devi.
Saat ini pelaku dijerat pasal 76I jucto pasal 88 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak jucto pasal 88 Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketatakerjaan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak Rp 200 juta.