"Kalau berbicara benda, maka peninggalan candi Dieng yang pusatnya sekarang di kompleks Candi Arjuna, sedangkan peninggalan nonbendanya berupa anak-anak berambut gimbal yang dipercaya sebagai anak bajang untuk versi Dieng," katanya.
Ia mengatakan berdasarkan versi terbentuknya Dieng, anak-anak berambut gimbal merupakan anak bajang titisan dari sosok yang pertama membuka Dieng, yakni seorang tokoh penganut Hindu sekte Siwa yang dikenal dengan nama Kiai Kolodete.
"Kalau kita melihat gambaran Siwa atau Batara Guru seperti apa di tanah Jawa, Siwa juga berambut gimbal. Jadi ini mengapa tetap harus di candi," tegasnya.
Dengan demikian, kata dia, pihaknya tidak mungkin membuat panggung di lapangan untuk acara ruwatan tersebut karena prosesi yang dilaksanakan di candi merupakan upaya menyatukan peninggalan benda dan nonbenda, sehingga dapat menjadi nilai keunikan tersendiri dalam penyelenggaraan DCF XIV yang telah masuk Kharisma Event Nusantara (KEN).
Baca Juga:Wow! Dataran Tinggi Dieng Diajukan Sebagai Geopark Nasional
Akan tetapi untuk jumlah anak berambut gimbal yang bakal mengikuti ruwatan, dia mengakui jika hingga saat ini belum bisa dipastikan meskipun yang mendaftar cukup banyak.
Menurut dia, kepastian jumlah anak berambut gimbal yang akan diruwat tersebut baru diketahui setelah pemangku adat bersama panitia mengunjungi keluarga masing-masing anak untuk memastikan kesiapan
terutama keinginan untuk mengikuti ruwatan harus berasal dari si anak, bukan karena keinginan orang tua.
"Biasanya dua minggu sebelum hari H, pemangku adat akan mengunjungi keluarga anak-anak berambut gimbal tersebut. Mungkin nanti akan ada 7-10 anak berambut gimbal yang akan mengikuti ruwatan meskipun yang mendaftar banyak," kata Alif.