
Tokoh Masyarakat Timbulsloko Shobirin mengatakan upacara di atas rob yang digelar tiap 17 Agustus sudah berlangsung sejak 6 tahun terakhir. Dirinya adalah orang yang menginisiasi acara itu. Menurutnya, rasa nasionalisme harus tetap dipertahankan meski dalam kondisi bencana.
"Kami masih warga negara Indonesia sehingga tetap memperingati HUT RI meski dalam kondisi kampung yang tenggelam," tuturnya.
Shobirin bercerita rob masuk perkampungannya sejak tahun 2000-an. Awalnya, hanya tambak dan sawah yang terdampak. Namun, pada tahun ke-9, rob masuk permukiman. Kondisi makin parah dalam 15 tahun terkhir karena proyek reklamsi di pesisir Semarang.
Pada 2018, seluruh daratan di kampung tersebut telah tertutup oleh air laut. Kondisi tersebut membuat wilayah it seperti kampung mati karena akses jalan antar-rumah terputus.
Baca Juga:Waspada! Jawa Tengah Berpotensi Dilanda Angin Kencang, Ini Penjelasan BMKG
"Seperti kampung mati, jemaah salat tidak ada, undangan tahlilan tidak ada yang hadir. Karena memang warga sulit keluar rumah dan beresiko," ujarnya.
Pada 2019, dirinya mengawali untuk membuat jembatan atau jalan gladak dari kayu untuk menghubungan akses antar-rumah warga. Dengan upaya tersebut, aktivitas kampung kembali hidup.
"Dananya dari iuran warga. Kalau ada warga kami yang hidup di perantauan, itu kami tariki untuk pembangunan jalan," imbuhnya.
Minim Perhatian Pemerintah

Shobirin berharap pemerintah lebih memperhatian nasib warga pesisir Demak yang terdampak abrasi. Menurutnya, bantuan yang ada tidak sebanding dengan parahnya bencana di sana.
Baca Juga:Sentilan Sekda Jateng: Pejabat Pemerintah Jangan Antikritik!
Dia menyampaikan Pemkab Demak menjanjikan sejumlah kucuran bantuan. Diantaranya bantuan perbaikan jalan gladak sebesar Rp 250 juta, bantuan peninggian tanggul padas sebesar Rp 1 miliar, dan bantuan peningian makam Rp 100 juta.