SuaraJawaTengah.id - PSIS Semarang kembali menghadapi tantangan berat sebagai tim musafir di Liga 1 2024/2025. Status ini memaksa mereka bermain jauh dari rumah mereka, Stadion Jatidiri, yang kini sedang direnovasi. Tentu saja, kondisi ini mempengaruhi performa tim, baik dari segi fisik, mental, maupun finansial.
Pada pertandingan terakhir, PSIS harus mengakui keunggulan Arema FC di Stadion Moch Soebroto, Magelang. Kekalahan ini memperpanjang tren negatif ketika PSIS bermain di luar kandang aslinya. Dari tiga pertandingan kandang musim ini yang dimainkan di Magelang, PSIS hanya mampu meraih satu kemenangan, sementara dua lainnya berakhir dengan kekalahan.
Lantas, apa saja faktor yang membuat PSIS kesulitan saat berstatus sebagai tim musafir?
1. Atmosfer Kandang yang Hilang
Baca Juga:Adi Satryo dapat Panggilan Timnas Indonesia, Bakal Berlaga di Kualifikasi Piala Dunia

Stadion Jatidiri bukan sekadar tempat bermain, melainkan benteng yang memberikan dukungan penuh dari para suporter PSIS, yang dikenal fanatik. Ketika bermain di kandang sendiri musim lalu, PSIS menunjukkan performa superior, dengan meraih 29 poin dari 12 pertandingan. Dukungan suporter secara langsung memberi energi tambahan bagi para pemain, membuat mereka lebih percaya diri dan bersemangat.
Bermain di stadion netral seperti Moch Soebroto, PSIS kehilangan elemen ini. Atmosfer dukungan dari suporter sulit dirasakan di stadion yang jauh dari Semarang, sehingga memengaruhi mental bertanding pemain.
2. Kelelahan Fisik dan Logistik
![Bek PSIS Semarang, Alfeandra Dewangga saat menghadapi PSBS Biak di laga pekan ketiga BRI Liga 1 2024/2025. [Dok. PSIS Semarang]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/08/23/17681-bek-psis-semarang-alfeandra-dewangga-saat-menghadapi-psbs-biak.jpg)
Bermain jauh dari Jatidiri bukan hanya masalah teknis, tapi juga logistik. Pemain PSIS harus melakukan perjalanan jauh setiap kali pertandingan kandang diadakan. Hal ini menguras energi dan waktu istirahat mereka, yang pada akhirnya berdampak pada performa di lapangan.
Selain itu, manajer operasional PSIS, Wisnu Adi, juga mengungkapkan bahwa pengeluaran klub menjadi lebih besar karena harus menyewa stadion dan mengakomodasi logistik tim untuk perjalanan ke luar Semarang. Pengeluaran ini menambah beban bagi klub, sementara hasil di lapangan tidak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan.
Baca Juga:Mengintip LHKPN Yoyok Sukawi Bakal Calon Wali Kota Semarang, Punya Harta Rp14 Miliar
3. Adaptasi Lapangan dan Kondisi Lapangan yang Berbeda
- 1
- 2