Dupa Waru Tergerus Zaman
Desa Waru Kecamatan Mranggen Demak telah lama dikenal sebagai sentra pembuatan dupa secara tradisional. Lebih dari sepuluh keluarga yang membuka usaha tersebut, dan bertahan selama puluhan tahun.
Namun kini, usaha pembuatan dupa di Desa Waru mulai meredup. Dari 10 pemilik usaha, hanya tersisa hanya keluarga Kundori. Itu pun setelah ditinggal mendiang ayahnya, hanya Kundori seorang diri yang masih membuat dupa di Desa Waru.
"Dulu saya punya lima pekerja di sini, sekarang cuma tinggal saya sendiri," ujarnya.
Baca Juga:7 Klenteng Bersejarah di Semarang untuk Merayakan Imlek 2025
Kendati begitu, Kundori tak patah arang. Untuk mempertahankan tradisi leluhur, ia bersama temannya membuat satu cabang produksi dupa di Desa Teluk, Kecamatan Karangawen Demak.
"Di sana (Teluk) fokusnya membuat bahan baku dupanya," ujar dia.
Di momen Imlek seperti sekarang, dia harus bekerja ekstra untuk memenuhi pesanan yang kian menurun dari tahun ke tahun. Biasanya saat Imlek, pesanan dupa bisa mencapai 15.000 batang, tahun ini hanya 2 ribu batang per hari.
"Makin banyak tantangannya, persaingan dagang juga keras. Apalagi dupa impor kini membanjiri pasar lokal," ungkapnya.
Minim Perhatian Pemerintah
Baca Juga:Sejarah Wijkenstelsel: Akar Terbentuknya Pecinan di Jawa Tengah
Usaha dupa tradisional oleh Kundori, diklaim menjadi satu-satunya yang ada di Kabupaten Demak. Kendati begitu, dia mengaku sama sekali tidak pernah mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Menurutnya, pejabat bukan tidak tahu keberadaannya. Banyak yang datang ke rumahnya dan menjanjikan sejumlah bantuan. Namun, janji hanya sekadar janji yang tidak pernah terpenuhi.
"Teman saya dengan usaha yang sama di Semarang bisa mendapatkan bantuan mesin oleh pemerintah setempat. Sempat punya saya mau dikasih juga, tetapi karena bukan masuk wilayah Semarang, akhirnya tidak jadi," kenangnya.
"Saya tidak menyalahkan pemerintah, tetapi pada akhirnya kita harus bergantung pada usaha diri sendiri," imbuhnya.
Bahkan, rumahnya kini saja, merupakan lokasi langganan banjir. Terdapat sungai di belakang rumahnya. Kondisi sungai dangkal dengan dipenuhi tanaman eceng gondok sehingga aliran air sering melimpas ke permukiman warga.
"Kemarin banjir sampai 1,5 meter," kata dia sembari menunjukkan bekas pintu yang tergenang air hingga separuhnya.
Kontributor : Sigit Aulia Firdaus