Sekolah Perintis Peradaban Magelang: Mengajar Anak Menjadi Tuan atas Diri Sendiri

Sekolah di Magelang kembangkan kurikulum Montessori, fokus pada kemandirian & keterampilan hidup siswa. Orang tua juga berperan aktif dalam proses belajar.

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 02 Mei 2025 | 17:04 WIB
Sekolah Perintis Peradaban Magelang: Mengajar Anak Menjadi Tuan atas Diri Sendiri
Suasana ruang belajar Sekolah Perintis Peradaban di Jamus Kauman, Kecamatan Ngluwar, Magelang. [Suara.com/ Angga Haksoro A]

Beberapa teman dekat kemudian tertarik dengan metode belajar yang diterapkan. Mereka meminta Saras Dona membuka kelas kecil-kecilan dan mentipkan anak mereka untuk ikut belajar.

Sekolah Perintis Peradaban tidak sembarangan menerima siswa. Seleksi sangat ketat terutama soal latar belakang orang tua calon siswa, menjadi pertimbangan utama.

Pada metode belajar Montessori dikenal istilah “Holy Trinity” yang menempatkan anak, orang dewasa, dan lingkungan sebagai faktor penentu pendidikan.

“Semuanya harus terkoneksi satu sama lainnya. Salah satu pincang misalnya, yang lain akan pincang karena hubungannya tidak boleh terputus disitu.”

Baca Juga:Perjalanan Terakhir Murdaya Poo: Dikremasi Secara Tradisional di Pelataran Borobudur

Pada tahap seleksi, Saras Dona dibantu suaminya melakukan wawancara kepada calon orang tua siswa. Hanya orang tua yang sepakat dengan metode serta tujuan sekolah yang anaknya diterima menjadi siswa.

Orang tua harus memiliki kesadaran memandang dirinya sebagai orang dewasa yang nantinya menjadi fasilitator belajar di rumah. Pendidikan di rumah tidak boleh menempatkan orang tua sebagai tukang mengatur dan memerintah.

“Yang diseleksi orang tuanya, bukan anaknya. Mereka bisa sejalan apa tidak? Karena visi kami jelas. Supaya anak itu bahagia jiwanya, sehat raganya.”

Selain seleksi yang ketat, Sekolah Perintis Peradaban juga membatasi jumlah siswa saat ini hanya 13 anak. Pembatasan ini terkait jumlah pengajar yang masing-masing hanya maksimal mendampingi 4 anak.

Ilmu dari Konkret ke Abstrak

Baca Juga:Ucap Syahadat Saat Ramadan, Ibu dan Anak Masuk Islam di Masjid Agung Jawa Tengah Magelang

Berbeda dengan konsep belajar di sekolah konvensional, metode Montessori berangkat dari konsepsi ilmu secara konkret untuk memahami berbagai hal.

Siswa misalnya dikenalkan cara berhitung melalui objek belajar yang bisa dipegang, dilihat, bahkan dibaui. “Konsep Montessori itu belajarnya dari konkret ke abstrak. Cara belajar menggunakan indera mereka. Semua indera harus terlibat.”

Ini berbeda dengan metode belajar klasikal yang mengenalkan cara berhitung melalui rumus-rumus yang abstrak.

Ruang belajar di Sekolah Perintis Peradaban misalnya, penuh alat permainan untuk sarana belajar. Perangkat permainan disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan siswa.

Tidak hanya di dalam ruangan, fasilitas seperti bak pasir dan perosotan juga diperuntukan sebagai sarana belajar di luar ruangan.

Metode belajar Montessori pertama kali dikenalkan oleh Maria Tecla Artemisia Montessori. Ibu kelahiran 31 Maret 1870 di Chiaravalle, Marche, Italia itu menekankan pendidikan pada kebebasan anak memilih aktivitas belajar sehingga menumbuhkan kemandirian.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak