SuaraJawaTengah.id - Dalam dunia kedokteran forensik, tubuh manusia bukan hanya sumber bukti, tapi juga bisa menjadi pintu gerbang menuju kisah-kisah yang sulit dijelaskan secara logika.
Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F, DFM, salah satu ahli dokter forensik terkemuka di Indonesia, pernah mengisahkan pengalaman mencekam yang dialami rekannya, dr. Hasri, saat menangani jenazah korban penembakan.
Namun yang terjadi di ruang autopsi itu, lebih dari sekadar prosedur medis ia meninggalkan jejak horor yang membekas dalam benak semua yang terlibat. Saat itu, dr. Hasri bertugas melakukan autopsi pada korban penembakan.
Berdasarkan hasil rontgen, ditemukan peluru bersarang di beberapa bagian vital tubuh korban di tulang belakang bagian pinggang, dan satu lagi di leher.
Baca Juga:Teror Wanita Berbaju Putih dan 40 Hantu di Dalam Kamar
Secara medis, prosedur ini tergolong kompleks, namun bukan mustahil. Namun sejak awal, ada sesuatu yang ganjil.
“Peluru itu susah diambil,” ujar dr. Hasri, yang saat itu harus bekerja ekstra keras bersama timnya. Bukan karena teknik medis yang kurang, tapi karena letak peluru seolah ‘menolak’ untuk disentuh. “Kita sudah foto rontgen, sudah tahu posisi peluru. Tapi pas mau diambil, seperti ada yang menghalangi,” kisahnya dalam rekaman yang dituturkan kembali oleh dr. Sumy.
Teror di Meja Otopsi
Untuk mencapai peluru yang berada di tulang belakang, tim harus membalik jenazah. Prosedur ini standar. Namun begitu tubuh korban dibalik, suasana di ruang autopsi berubah drastis.
Lampu sempat berkedip beberapa kali. Peralatan logam bergetar pelan. Seorang perawat bahkan mengaku mendengar suara lirih, seperti rintihan... tapi semua orang tahu, ruangan itu kedap suara dan hanya berisi jenazah.
Baca Juga:'Kalau Pintu Terbuka Sendiri, Jangan Pernah Ditutup' Kisah Horor di Mes Siswa Kapal Pesiar
“Sebenarnya kita digajin,” kata dr. Hasri lirih. “Susah banget.” Kata “digajin” yang ia pakai berarti ‘diganggu’ dalam bahasa Jawa atau bukan istilah medis. Tapi dalam dunia forensik, para ahli tahu bahwa kadang, sesuatu yang tak tampak ikut hadir di meja autopsi.
Dr. Sumy, yang telah puluhan tahun menangani berbagai jenazah dari kasus pembunuhan hingga mutilasi, tak menampik kemungkinan adanya ‘gangguan’.
“Kami ilmuwan, tapi kami juga manusia. Ketika sesuatu tak bisa dijelaskan secara medis, kami tak bisa menutup mata bahwa bisa jadi ada energi yang tertinggal,” jelasnya sebagaimana dikutip dari Twitter atau X @durakeen. .
Setelah usaha berkali-kali untuk mengambil peluru dari tulang belakang dan leher, tim akhirnya berhasil.
Namun satu perawat dikabarkan jatuh sakit keesokan harinya, mengigau dan menyebut nama si korban berulang kali. Dalam igauannya, ia berkata, “Bukan aku... bukan aku...” seolah membela diri.
Lebih aneh lagi, hasil forensik menunjukkan bahwa sudut peluru di leher dan punggung tidak logis jika dikaitkan dengan posisi korban saat tertembak.
- 1
- 2