Tindakan ini dilakukan untuk memastikan penyebab kematian secara medis dan mendalam. Hasil ekshumasi menjadi salah satu alat bukti dalam proses hukum terhadap terdakwa.
Atas tindakan yang dilakukannya, Hariyadi dijerat dengan Pasal 354 KUHP tentang penganiayaan berat yang menyebabkan kematian, atau sebagai alternatif dikenakan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan biasa.
Kedua pasal tersebut memuat ancaman hukuman pidana yang cukup berat, terutama jika terbukti mengakibatkan korban meninggal dunia.
Menariknya, dalam persidangan tersebut, Hariyadi dan kuasa hukumnya tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas surat dakwaan yang dibacakan jaksa.
Baca Juga:Enam Pelaku Penganiayaan Relawan Ganjar-Mahfud MD di Boyolali Ditetapkan Sebagai Tersangka
Hal ini berarti sidang akan langsung dilanjutkan ke tahap pemeriksaan pokok perkara pada agenda berikutnya, termasuk menghadirkan saksi-saksi dari pihak keluarga korban, anggota kepolisian, hingga tenaga medis yang menangani korban saat di rumah sakit.
Kasus ini menjadi sorotan publik, terutama karena menyangkut integritas aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas. Tindakan kekerasan yang dilakukan dalam rangka proses penyelidikan menjadi ironi dalam penegakan hukum yang seharusnya menjunjung tinggi asas keadilan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Keluarga korban Darso tentu berharap agar persidangan ini berjalan secara terbuka dan transparan. Mereka menuntut keadilan atas kematian yang dinilai tidak wajar, serta meminta pertanggungjawaban hukum dari pihak-pihak yang terlibat dalam insiden tersebut.
Sementara itu, masyarakat luas pun menanti, apakah pengadilan mampu menegakkan hukum dengan adil dan memberikan keputusan yang mencerminkan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya.