SuaraJawaTengah.id - Kasus tragis penganiayaan yang berujung pada kematian seorang santri berinisial AKP (13) di Pondok Pesantren Az-Zayadiyy, Sukoharjo, Jawa Tengah, kini memasuki tahap pelimpahan berkas ke Pengadilan Negeri Sukoharjo.
Pelaku penganiayaan, seorang santri senior berinisial MG (15), telah didakwa dengan pasal terkait tindak kekerasan terhadap anak.
Menurut informasi yang dirilis oleh pihak kepolisian, insiden ini bermula ketika MG, yang berasal dari Kabupaten Wonogiri, mencium bau rokok saat berjalan di lorong kamar santri.
MG kemudian meminta rokok kepada salah satu santri kelas VIII, namun permintaan tersebut tidak dipenuhi karena yang dimintai tidak memiliki rokok. Hal ini memicu kemarahan MG, yang kemudian mendapatkan rokok dari santri lain.
Baca Juga:Densus 88 Lakukan Penggeledahan Terduga Teroris di Jawa Tengah, Lima Orang Diamankan
Setelah mendapatkan rokok, MG kembali marah kepada santri yang pertama dimintai dan melancarkan serangan fisik berupa tendangan dan pukulan, yang menyebabkan korban AKP tidak sadarkan diri. Sayangnya, nyawa korban tidak dapat diselamatkan setelah kejadian tersebut.
Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sukoharjo, Aji Rahmadi, menjelaskan bahwa berkas kasus ini sebelumnya sempat dikembalikan ke Polres Sukoharjo untuk dilengkapi. Setelah revisi, berkas tersebut dinyatakan lengkap (P21) pada Senin (30/9). Hari ini, berkas dakwaan tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk tahap persidangan.
Pelaku MG didakwa melanggar Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara. Jaksa penuntut akan menjerat MG dengan pasal terkait kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa anak.
Kapolres Sukoharjo, AKBP Sigit, menegaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, kasus ini tidak termasuk kategori perundungan.
"Pelaku hanya satu orang, dan ini merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap junior," kata Sigit.
Baca Juga:Denpom Pastikan Proses Hukum Kasus Penganiaya Relawan Ganjar-Mahfud Berjalan Tanpa Intervensi
Meski demikian, kasus ini tetap menimbulkan keprihatinan mendalam terkait dengan kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan, terutama di pesantren. Kejadian ini menggugah banyak pihak untuk kembali meninjau upaya pencegahan kekerasan di lembaga pendidikan berbasis asrama, serta pentingnya pengawasan terhadap interaksi antar-siswa.