- Hujan ekstrem 226 mm melanda Banyumas.
- Banjir dan longsor mengepung Banyumas-Cilacap.
- BMKG ungkap tiga fenomena pemicu cuaca.
SuaraJawaTengah.id - Bencana hidrometeorologi berupa banjir dan tanah longsor menerjang Kabupaten Banyumas dan Cilacap, Jawa Tengah, setelah wilayah tersebut diguyur hujan dengan intensitas sangat lebat hingga ekstrem.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat curah hujan yang luar biasa tinggi terjadi sejak Rabu (10/9/2025) hingga Kamis (11/9/2025) pagi.
Data BMKG menunjukkan tingkat kewaspadaan tertinggi, di mana beberapa titik di Banyumas mengalami hujan kategori ekstrem atau di atas 150 milimeter dalam sehari. Kondisi ini menjadi penyebab langsung terjadinya bencana di sejumlah kecamatan.
Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap, Teguh Wardoyo, memaparkan data spesifik yang menunjukkan betapa masifnya guyuran hujan yang terjadi. Puncaknya tercatat di wilayah Rempoah yang mencapai 226 mm.
Baca Juga:Mimpi Jateng Punya Rute ke Eropa, Landasan Pacu Bandara Ahmad Yani Semarang Bakal Diperpanjang
“Berdasarkan data, hujan ekstrem di Kabupaten Banyumas tercatat di Gumelar (157 mm), Kebun Samudera (163 mm), Bendung Sumbang (184 mm), dan Rempoah (226 mm). Hujan sangat lebat juga terpantau di Bendung Kertadirjan (110 mm) dan Jatilawang (107 mm),” katanya di Cilacap, Kamis (11/9/2025).
Sementara itu, wilayah tetangga, Kabupaten Cilacap, juga tidak luput dari amukan cuaca. Meskipun tidak seekstrem Banyumas, curah hujan di Cilacap masuk dalam kategori lebat hingga sangat lebat, yang cukup untuk menyebabkan genangan air meluas.
“Hujan sangat lebat terjadi di Nusawungu dengan curah 105 mm, sedangkan hujan lebat hampir merata di seluruh Cilacap, antara lain Maos (80 mm), Jeruklegi (61 mm), Cipari (58 mm), Majenang (90 mm), dan Wanareja (60 mm),” jelas Teguh.
“Hujan lebat dan ekstrem ini menyebabkan banjir di Cilacap dan longsor di Banyumas,” katanya.
Tiga Biang Keladi Cuaca Ekstrem
Baca Juga:Terbang Perdana Langsung Full, Rute Semarang-KL Jadi Tiket Emas Dongkrak Wisata Jateng
Lebih lanjut, Teguh Wardoyo menjelaskan bahwa kondisi cuaca ekstrem ini bukan terjadi tanpa sebab. Menurutnya, ada tiga fenomena dinamika atmosfer yang terpantau aktif dan berkontribusi signifikan terhadap pembentukan awan hujan masif di wilayah Jawa Tengah bagian selatan.
Faktor pertama adalah Dipole Mode Index (DMI) negatif.
“Tingginya curah hujan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor dinamika atmosfer, yakni adanya Dipole Mode Index (DMI) negatif yang mencapai minus 1,27, sehingga berdampak pada meningkatnya curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat,” ujarnya.
“DMI adalah fenomena interaksi laut-atmosfer di Samudra Hindia,” katanya.
Kedua, fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) juga turut andil. “Kondisi cuaca juga dipengaruhi oleh Madden-Julian Oscillation (MJO) fase 3 di Samudra Hindia yang berkontribusi signifikan terhadap pembentukan awan hujan,” tambah Teguh.
Faktor ketiga yang memperparah situasi adalah adanya pusat tekanan rendah. Menurut dia, faktor lain berupa terpantaunya tekanan rendah di Samudra Hindia di sebelah barat daya Sumatera. Kombinasi ketiganya menciptakan kondisi ideal bagi pertumbuhan awan konvektif yang menghasilkan hujan ekstrem.