- Tiwul dulunya makanan pokok pengganti nasi di Jawa, kini jadi jajanan pasar bernilai nostalgia.
- Terbuat dari gaplek, singkong kering yang dikukus dengan kelapa dan gula merah, rasanya legit gurih.
- Tiwul simbol ketahanan pangan masa Jepang, kini populer kembali karena sehat dan mudah dibuat.
SuaraJawaTengah.id - Bagi pecinta jajanan pasar, nama tiwul tentu tak asing di telinga. Hidangan tradisional asal Jawa ini sering disandingkan dengan cenil, gatot, lopis, dan berbagai camilan manis lainnya.
Teksturnya lembut, aromanya khas, dan cita rasanya legit berpadu gurih dari kelapa parut dan gula merah.
Tapi tahukah kamu, di masa lalu tiwul bukan sekadar jajanan? Makanan ini pernah menjadi penyelamat hidup masyarakat Jawa ketika beras sulit didapat.
Sebagaimana dikutip dari YouTube Jowo News, berikut lima fakta menarik tentang tiwul yang wajib kamu tahu mulai dari sejarah, cara pembuatan, hingga manfaatnya bagi kesehatan.
Baca Juga:Mp3Juice Download Lagu MP3: Solusi Buat Kamu yang Gak Mau Ribet Streaming
Berikut lima fakta menarik tentang tiwul yang wajib kamu tahu mulai dari sejarah, cara pembuatan, hingga manfaatnya bagi kesehatan.
1. Bukan Jajanan, Tapi Pengganti Nasi
Sebelum dikenal sebagai jajanan pasar, tiwul adalah makanan pokok utama di wilayah seperti Wonosobo, Gunung Kidul, Wonogiri, Pacitan, dan Blitar.
Masyarakat dulu menyantapnya sebagai pengganti nasi putih, lengkap dengan lauk sederhana seperti ikan asin, daun singkong rebus, sambal, atau sayur bening.
Rasanya yang khas dan aroma gurih dari singkong membuat tiwul disukai berbagai kalangan. Bahkan hingga kini, sebagian masyarakat pedesaan di Jawa Tengah dan Yogyakarta masih menjadikan tiwul sebagai menu harian, bukan sekadar kudapan nostalgia.
Baca Juga:Waspada! 7 Ciri Modus Penipuan Kerja Paruh Waktu yang Bikin Banyak Orang Tertipu
2. Terbuat dari Singkong Kering Bernama Gaplek
Bahan utama tiwul adalah gaplek, yaitu singkong yang telah dikupas, dijemur, lalu dikeringkan hingga kadar airnya hampir habis. Setelah kering, gaplek ditumbuk atau digiling menjadi tepung kasar.
Proses pengeringan inilah yang membuat aroma dan rasa tiwul berbeda dari olahan singkong lainnya seperti getuk atau lemet.
Saat akan diolah, tepung gaplek direndam, dicampur dengan parutan kelapa dan gula merah, lalu dikukus hingga matang.
Hasilnya adalah tiwul yang lembut, manis, dan aromatik. Tak heran jika banyak yang menyebutnya “nasi singkong”, karena bisa disajikan baik sebagai makanan utama maupun hidangan penutup.
3. Jejak Sejarah dari Masa Jepang
Tiwul memiliki sejarah panjang yang erat dengan masa sulit bangsa Indonesia. Saat masa pendudukan Jepang pada awal 1940-an, masyarakat mengalami krisis pangan parah.
Beras menjadi barang langka dan mahal, sehingga rakyat di pedesaan harus mencari alternatif bahan makanan.
Di situlah tiwul muncul sebagai penyelamat. Singkong yang mudah ditanam dan tumbuh di lahan kering menjadi bahan pangan utama.
Dengan sedikit kreativitas, masyarakat mengubah singkong kering menjadi makanan yang mengenyangkan dan lezat. Dari situlah, tiwul menjadi simbol ketahanan pangan masyarakat Jawa.
Kini, setelah puluhan tahun berlalu, tiwul justru kembali populer bukan karena krisis, tetapi karena nilai tradisi dan kesehatannya yang tinggi.
4. Lebih Sehat dari Nasi Putih
Tahukah kamu, secara gizi tiwul tak kalah dengan nasi? Kandungan karbohidrat dan vitaminnya hampir setara, tapi tiwul punya keunggulan dalam hal kalori dan serat.
Karena berasal dari singkong, tiwul memiliki indeks glikemik lebih rendah dibanding nasi putih.
Artinya, makanan ini tidak membuat gula darah melonjak drastis setelah dikonsumsi. Itulah mengapa tiwul cocok dijadikan alternatif bagi penderita diabetes, kolesterol tinggi, atau obesitas.
Dengan tambahan lauk pauk dan sayur, tiwul bisa menjadi menu harian yang sehat dan seimbang.
Selain itu, serat tinggi dalam singkong membantu pencernaan, membuatmu kenyang lebih lama, dan menjaga berat badan tetap ideal. Jadi kalau kamu sedang mencari pengganti nasi yang lebih ramah tubuh, tiwul bisa jadi pilihan terbaik.
5. Kini Lebih Praktis dan Mudah Ditemukan
Dulu, membuat tiwul memerlukan waktu dan tenaga ekstra. Singkong harus dikupas, dijemur berhari-hari menjadi gaplek, lalu ditumbuk hingga halus sebelum dimasak. Namun kini, kamu tak perlu repot.
Banyak industri lokal dan UMKM yang memproduksi tepung tiwul instan siap pakai dalam kemasan praktis.
Cukup tambahkan air, kukus, lalu campurkan dengan kelapa parut dan gula merah tiwul lezat siap disajikan. Produk tiwul instan ini banyak dijual di pasar tradisional maupun toko daring dengan harga terjangkau.
Rasanya tetap otentik, tapi jauh lebih efisien bagi kamu yang ingin mengenang cita rasa masa lalu di tengah kesibukan modern.
Lebih dari sekadar makanan, tiwul menyimpan nilai kehidupan. Bagi masyarakat Jawa, tiwul melambangkan kesederhanaan, ketangguhan, dan rasa syukur.
Dari bahan yang sederhana singkong tercipta makanan yang menyehatkan dan bernilai budaya tinggi.
Tiwul juga mengingatkan kita untuk tidak bergantung pada satu sumber pangan saja. Dalam konteks modern, ini menjadi refleksi penting bagi kemandirian pangan bangsa Indonesia.
Bahwa bahan lokal seperti singkong bisa diolah menjadi makanan bergizi dan bernilai ekonomi tinggi jika dikelola dengan kreatif.
Tiwul bukan sekadar nostalgia masa lalu, melainkan warisan kuliner yang relevan hingga kini. Dari kisah perjuangan rakyat di masa Jepang hingga manfaatnya bagi kesehatan modern, tiwul membuktikan bahwa makanan tradisional bisa tetap bertahan dan bahkan bangkit kembali.
Kini saatnya kita melestarikan tiwul bukan hanya sebagai jajanan pasar, tapi juga sebagai bagian dari identitas kuliner Indonesia. Siapa tahu, dengan sedikit inovasi dan promosi, tiwul bisa menjadi ikon pangan lokal yang mendunia. Jadi, kapan terakhir kali kamu makan tiwul?
Kontributor : Dinar Oktarini