Stop FOMO! DPRD Jateng Dorong Literasi Emosional Remaja untuk Hadapi "Kenyataan Palsu" di Medsos

Remaja Jateng rentan jurang fakta-persepsi media sosial. Literasi Digital & Emosional kunci lawan FOMO. Guru & kebijakan berperan penting membekali anak.

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 21 Oktober 2025 | 19:15 WIB
Stop FOMO! DPRD Jateng Dorong Literasi Emosional Remaja untuk Hadapi "Kenyataan Palsu" di Medsos
Konselor Sebaya Pilar PKBI Jawa Tengah, Hapsari Oktaviana Hariaji pada dialog yang diselenggarakan oleh DPRD Provinsi Jawa Tengah dan disiarkan oleh Berlian TV.
Baca 10 detik
  • Media sosial ciptakan jurang antara fakta dan persepsi, picu FOMO di kalangan remaja Jateng.
  • Literasi Digital dan Emosional jadi kunci agar remaja tak mudah percaya pada citra palsu daring.
  • Guru dan DPRD Jateng dorong sinergi pendidikan, keluarga, dan kebijakan untuk lindungi remaja.
 

SuaraJawaTengah.id - Era media sosial telah menciptakan jurang antara fakta dan persepsi, terutama bagi remaja di Jawa Tengah.

Dalam dialog yang diselenggarakan oleh DPRD Provinsi Jawa Tengah dan disiarkan oleh Berlian TV, para narasumber sepakat bahwa dampak platform digital telah mencapai tingkat kritis, menuntut perubahan drastis dalam pendidikan dan pola asuh.

Fokus utama diskusi adalah ancaman FOMO (Fear of Missing Out) dan perlunya membekali anak dengan Literasi Digital dan Emosional sebagai benteng pertahanan utama.

Konselor Sebaya Pilar PKBI Jawa Tengah, Hapsari Oktaviana Hariaji, salah satu narasumber, secara tajam menyoroti fenomena FOMO, di mana anak-anak cenderung menerima mentah-mentah unggahan yang "sepotong-sepotong" dari kehidupan orang lain.

Baca Juga:Gebrakan 808 Atlet di Kejurprov NPCI Jateng: Berburu Bibit Juara Dunia Masa Depan

Ia memberi contoh, melihat seseorang upload sedang santai di acara talkshow tanpa tahu tugas yang diemban di baliknya.

"Bagaimana memberikan penyadaran ke anak-anak bahwa informasi yang ada di media sosial itu tidak harus let diterima, bahwa ini hanya bagian kecil, cuma berapa detik dari 24 jam?" tanyanya.

Untuk melawan persepsi palsu ini, Wanita yang sering disapa Rei menggarisbawahi pentingnya membedakan Fakta dan Kenyataan.

Fakta adalah sesuatu yang benar-benar terjadi, sementara Kenyataan adalah fakta yang sudah "dibumbui oleh persepsi kita".

Ilustrasi FOMO [Pexels/cottonbro studio]
Ilustrasi FOMO [Pexels/cottonbro studio]

Solusi yang ditawarkan adalah pembekalan dua pondasi literasi penting bagi remaja: Literasi Digital (kemampuan memahami bahwa tidak semua yang dilihat di digital itu jujur atau benar) dan Literasi Emosional (memahami emosi sebagai respons hormonal yang manusiawi, agar tidak menjadikannya penentu keputusan).

Baca Juga:Koperasi Merah Putih Jateng Rampung 100 Persen, Sekda Wanti-wanti: Jangan Ulangi Sejarah Kelam KUD!

Strategi penyadaran (spread awareness) pun harus disesuaikan dengan pola remaja modern, menjauhi metode ceramah di ruangan penuh dan beralih ke teknologi.

Peran guru menjadi sangat sentral dalam menghadapi tantangan ini. Kabid Ketenagaan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Nasikin, menekankan bahwa guru tidak lagi sekadar men-transfer knowledge.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, definisi guru adalah pendidik profesional yang tugas utamanya mendidik, baru kemudian mengajar.

Ia menuntut guru untuk mengoptimalkan Empat Kompetensi—Pedagogik, Profesional, Sosial, dan yang paling penting, Kepribadian. Guru harus bisa menjadi teladan, alias "digugu dan ditiru", agar tidak menjadi bumerang bagi murid-muridnya.

Dialog yang diselenggarakan oleh Berlian TV (DPRD Jateng).
Dialog yang diselenggarakan oleh Berlian TV (DPRD Jateng).

Dari sisi kebijakan, Anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah, Rizqi Iskandar Muda menyatakan bahwa Komisi A aktif membahas isu komprehensif, termasuk yang diprediksi akan terjadi di masa depan, agar Jawa Tengah siap.

Rizqi menguatkan seruan untuk bijak bermedia sosial, meminta anak-anak untuk tidak "menerima secara mentah-mentah" setiap konten.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak