- Lumpia berasal dari Tiongkok Dinasti Han dan masuk ke Nusantara lewat imigran Tionghoa abad ke-17.
- Adaptasi di Jawa mengganti babi dan udang dengan ayam dan rebung, lahirlah Lumpia Semarang.
- Lumpia kini jadi simbol akulturasi budaya Tionghoa-Jawa dan berkembang dalam berbagai varian modern.
Menariknya, asal-usul lumpia tidak sepenuhnya disepakati oleh semua sejarawan. Sebagian besar memang meyakini bahwa lumpia berasal dari Tiongkok, namun ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa makanan serupa sudah dikenal di Timur Tengah atau India sejak lama.
Perbedaan ini muncul karena banyak negara memiliki makanan berkonsep serupa yaitu adonan tipis berisi lauk seperti spring roll di Asia Timur atau samosa di Asia Selatan.
6. Lumpia, Simbol Akulturasi dan Persatuan
Lebih dari sekadar makanan, lumpia mencerminkan perpaduan budaya Tionghoa dan Jawa yang harmonis. Di Semarang, keluarga keturunan Tionghoa dan pribumi saling bekerja sama mengembangkan resep ini hingga menjadi ikon kuliner nasional.
Baca Juga:Ancaman TBC di Balik Tembok Pesantren, Gubernur Luthfi Kerahkan Tim Medis ke 5.419 Lokasi
Tak heran jika lumpia sering disebut sebagai simbol toleransi dan kolaborasi budaya di meja makan Indonesia. Satu gigitan lumpia, sejatinya, menyatukan sejarah panjang dua peradaban.
7. Ragam Varian Lumpia Modern
Kini, lumpia tidak lagi sekadar kudapan tradisional. Banyak restoran dan UMKM yang menghadirkan variasi modern, seperti:
a. Lumpia keju mozarella – perpaduan tradisi dan cita rasa kekinian.
b. Lumpia seafood – berisi udang dan cumi dengan saus asam manis.
c. Lumpia vegetarian – isi sayuran segar tanpa bahan hewani, cocok untuk gaya hidup sehat.
d. Lumpia dessert – berisi cokelat, pisang, hingga durian.
Kreativitas ini membuat lumpia terus relevan di tengah tren kuliner masa kini, tanpa meninggalkan akar budayanya.
Baca Juga:Buntut Kecelakaan KA Harina, Sopir dan Pemilik Truk Digugat!
Meski awalnya berasal dari luar negeri, lumpia kini telah menjadi bagian dari identitas kuliner Indonesia. Makanan ini membuktikan bahwa budaya bisa saling berbaur tanpa kehilangan jati diri.
Dari dapur sederhana masyarakat Semarang, kini lumpia menjelma menjadi makanan yang dikenal hingga mancanegara.
Setiap kali Anda menggigit kulit renyah lumpia dan merasakan hangatnya rebung di dalamnya, di situlah sejarah panjang pertemuan dua bangsa terasa nyata. Lumpia bukan sekadar makanan, tapi kisah persahabatan, kreativitas, dan cinta terhadap cita rasa.
Kontributor : Dinar Oktarini