Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 14 Oktober 2020 | 14:48 WIB
Ngatirah (49) warga kampung Trangkil Baru memperlihatkan surat-surat yang telah ia miliki (Suara.com/Dafi Yusuf) 

SuaraJawaTengah.id - "Allah tidak tidur, saya tidak merampas kok mau digusur" Itulah yang dikatakan Ngatirah (49) warga kampung Trangkil Baru, Kelurahan Sukorejo, Gunungpati Semarang. 

Mendengar kabar rumahnya akan digusur, Ngatirah kaget. Air matanya tak terbendung setelah mendengar kabar tersebut. Namun, ia harus terlihat tegar dihadapan suaminya yang menderita stroke. 

Meski begitu, ia mengaku setiap malam Ngatirah tak bisa tidur. Ia benar-benar takut jika suatu saat rumahnya benar-benar tergusur. Apalagi, ia merupakan tulang punggung keluarga. 

"Saya rasanya ingin nangis, tak bisa tidur apalagi saya mencari nafkah sendiri. Suami saya sakit stroke," jelasnya saat ditemuisuara.com, Rabu (14/10/2020). 

Baca Juga: Kecewa dengan Aksi Anarkis, Warga Kartasura Pasang Poster Perdamaian

Ia tak menyangka jika rumahnya yayang berada di RT 8 kampung Trangkil Baru terancam digusur. Padahal, ia telah membeli tanah tersebut secara sah kepada Pusat Koprasi Pegawai Republik Indonesia (PKPRI) Kota Semarang

"Saat itu saya beli langsung lunas melalui bagian pemasaran PKPRI Kota Semarang. Saat itu perantaranya adalah Pak Sudar," ucapnya. 

Ngatirah juga memperlihatkan bukti surat-surat pembelian seperti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), surat Keterangan Rencana Kota (KRK) dan fotokopi sertifikat dari KPRI. 

"Saya telah membayar secara lunas. Semua bukti-bukti juga sudah ada," imbuhnya. 

Bahkan, lanjutnya, pihak Kelurahan Sukorejo juga sudah mengeluarkan surat tidak sengketa. Seharusnya, lanjut Ngatirah, tanah yang dimilikinya saat ini tidak bermasalah soal sengketa lahan. 

Baca Juga: Warga Sragen Temukan Stampel Kuno, Diduga Berlaku di Era Paku Buwono XI

"Saya juga tidak mengerti kenapa masih ada ancaman akan digusur," paparnya. 

Ia merasa dibohongi lantaran ia sudah membayar secara lunas. Meski demikian, sampai saat ini memang belum diberi sertifikat tanah. Hal itu menjadi pertanyaan Ngatirah yang sampai saat ini belum terjawab. 

"Berdasarkan keterangan perantara, syarat mendapatkan sertifikat tanah mewajibkan semua warga yang berada di RT 8 harus lunas semua. Baru diberi sertifikat tanah," imbuhnya. 

Hal yang sama dialami Heni (36). Ketika mendengar kabar jika rumahnya terancam digusur ia langsung kaget. Heni merasa ada yang tidak beres dalam kasus penggusuran tersebut. Ia merasa sedang dipermainkan. 

"Saya kaget, merasa dipermainkan. Padahal saya sudah lunas membayarnya," keluhnya. 

Ia menyebutkan, sebanyak 28 KK yang tinggal di RT 8 Kelurahan Sukorejo terancam tergusur. Tentunya, kabar tersebut membuat warga kaget. Apalagi, lanjutnya, kebanyakan yang tinggal di RT 8 merupakan pendatang. 

"Jangan-jangan ini hanya permainan. Kami itu seperti ditipu karena kami sudah membayar lunas," ucapnya. 

Bahkan, ia juga telah membayar PBB sejak tahun 2013. Artinya, ia merasa sudah taat  hukum. Surat-surat seperti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), surat Keterangan Rencana Kota (KRK) dan fotokopi sertifikat dari KPRI juga telah ia miliki. 

"Kita sedih dan kaget merasa dipermainkan," keluhnya. 

Kontributor : Dafi Yusuf

Load More