
SuaraJawaTengah.id - Sebanyak 27 kabupaten di Jawa Tengah rawan ternjadi bencana alam berupa pergerakan tanah. Hal itu perlu diantisipasi sejak dini untuk meminimalisir korban jiwa.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah Sudjarwanto Dwiatmoko menyebut , 27 daerah itu tidak seluruhnya rawan longsor, tetapi hanya daerah perbukitan atau yang memiliki lereng.
Daerah di Jawa Tengah itu, seperti di Majenang dan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, di Salem dan Sirampog, Kabupaten Brebes, di Karanglewas, Kabupaten Banyumas, di Karangsembung, Kabupaten Kebumen. Kemudian di Purbalingga, Pemalang, Pekalongan, Tegal, Banjarnegara, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, Magelang, Karanganyar, Wonogiri, Semarang, Kudus, Pati, dan Rembang.
"Berdasarkan kajian yang kami lakukan, terdapat 27 kabupaten yang memiliki wilayah rawan gerakan tanah sehingga direkomendasikan untuk mengantisipasi bencana longsor," kata Sudjarwanto dilansir ANTARA di Semarang, Kamis (4/3/2021).
Menurut dia, kerentanan longsor terjadi karena faktor geomorfologi meliputi sudut lereng, bentuk atau tipe, relief.
"Semua daerah yang berlereng berpotensi bergerak turun, semakin terjal akan tambah berpotensi, meskipun longsor juga bisa terjadi di daerah datar," ujarnya.
Faktor rawan longsor lainnya jenis batuan dan struktur geologi di mana jenis batu lempung yang berkarakter mudah mengembang karena kadar air rentan longsor serta zona patahan/sesar dan lapisan batuan yang sejajar lereng juga memiliki kerentanan longsor.
Faktor lainnya, kondisi klimatologi atau curah hujan, kondisi lingkungan atau tata guna lahan, serta faktor aktivitas manusia.
Terkait dengan hal itu, Dinas ESDM Jateng mengingatkan kabupaten/kota untuk mewaspadai daerah yang rentan longsor, apalagi dengan curah hujan yang tinggi.
Baca Juga: Cuaca Kota Serang Terkini, Hujan Diperkirakan Turun Siang Hari
"Di situlah kita 'me-warning' sebagai upaya mitigasi paling awal, maka wajib dibaca peta 'overlay' antara kerentanan gerakan tanah dengan prakiraan hujan dari BMKG," katanya.
Dengan peta kerentanan gerakan tanah, lanjut Sudjarwanto, masyarakat yang tinggal di lereng mesti memahami potensi rawan longsor dan diperlukan adanya pengetatan pemerintah daerah dalam memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) di daerah lereng.
"Yang terpenting lain adalah harus bisa mengendalikan drainase lereng. Jadi kalau bisa diatur berapa jumlah yang boleh meresap, diatur yang boleh 'run off' (aliran permukaan). Kalau 'run off' jangan sampai sampai mengerosi. Ya caranya kemudian membuat alur-alur, yang alurnya itu membuat air itu 'direct' ke badan sungai," ujarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Perbandingan Konsumsi BBM Mitsubishi Destinator vs Innova Zenix, Irit Mana?
- FC Volendam Rilis Skuad Utama, Ada 3 Pemain Keturunan Indonesia
- Nggak Perlu Jutaan! Ini 6 Sepatu Jalan Kaki Brand Lokal Terbaik di Bawah 500 Ribu
- Tukang Jahit Rumahan di Pekalongan Syok "Ditagih" Pajak Rp2,8 Miliar
- 5 SUV 7 Penumpang Alternatif Destinator, Harga Lebih Murah, Pajak Ringan!
Pilihan
-
9 Rekomendasi HP RAM 12 GB Memori 512 GB Termurah Agustus 2025
-
Harga Emas Antam Rontok, Hari Ini Jadi Rp 1.924.000 per Gram
-
Rahasia Dean Henderson Tundukkan Algojo Liverpool: Botol Minum Jadi Kunci
-
Bos Danantara Sebut Pasar Modal Motor Ekonomi, Prabowo Anggap Mirip Judi
-
Jelang HUT RI! Emiten Tekstil RI Deklarasi Angkat Bendera Putih dengan Tutup Pabrik
Terkini
-
7 Prediksi Selasa Pahing 2025: Dari Rezeki hingga Asmara
-
Akal-akalan Mbak Ita Hindari KPK? Jaksa Bongkar Siasat Surat Edaran Anti-Pungli
-
Peran Suami Mbak Ita Terbongkar di Sidang: Atur Jatah Proyek, Ketua Gapensi Divonis 4,5 Tahun
-
BRI Digitalisasi Lomba Burung Karimata Arena, Mudahkan Transaksi Kicau Mania Lewat QRIS
-
Modal Usaha Rp6 Juta dari Kemensos Cair Lagi? Cek Syarat dan Cara Lolos Program PENA 2025