Raffles dalam bukunya History of Java, sekilas menulis soal Candi Borobudur:
“Penampakan secara keseluruhan merupakan bangunan yang kokoh, dan tingginya 100 kaki, puncak menara sekitar 20 kaki, namun telah runtuh. Hampir semua interior merupakan bukit itu sendiri.”
Wali Pelindung di Makam Njaten
Barodi berteori, batuan Candi Borobudur sengaja dilepas oleh warga sekitar agar tidak dikenali para pejajah sebagai bangunan bersejarah. Mereka khawatir penjajah akan menjarah arca dan relief kuno candi.
Bangunan sebesar itu kemudian dibiarkan ditumbuhi semak belukar agar tersamarkan. Candi Borobudur tampak seolah seperti bangunan hancur dan telantar.
Kebanyakan warga hingga tahun 1970-an masih sering menyebut Candi Borobudur dengan istilah “mpereng”. Sisa kebiasaan penyebutan masa lampau yang bertujuan menghindari ekspos terhadap Candi.
“Kabar masuknya Portugis ke Nusantara, disusul surat imbauan kepada negara persemakmuran Majapahit untuk mengamankan asetnya. Batuan candi yang menjulang supaya lebih aman disamarkan. Dicopot,” ujar Barodi.
Struktur batu candi yang disebut runtuh, kata Barodi sesungguhnya hanya dibiarkan terserak tidak jauh dari tempatnya semula. Pemugaran pertama Candi Borobudur, tahun 1907-1911, termasuk menyusun kembali bagian Arupadathu yang terdiri atas stupa induk dan 72 stupa di tiga lantai teras.
Bukti lain yang menegaskan bahwa warga Ngaran Krajan—secara turun temurun—menjadi penjaga Candi Borobudur adalah keberadaan makam tua di bukit Njaten.
Baca Juga: Teror Mencekam KKN di Magelang: Sampai Trauma Seumur Hidup!
Di bukit sebelah Tenggara Candi itu, dulu terdapat makam keluarga trah Panembahan Senopati Mataram yang dikenal dengan sebutan Kiai Mbuduran atau Kiai Mpereng. Pinisepuh warga Dusun Krajan ini diperkirakan wafat tahun 1700-an.
Di luar kompleks makam warga, terdapat kubur seorang antropolog Belanda kelahiran Rembang, Gustavus Fredericus Lapre. Sekitar tahun 1882, Lapre wafat di Borobudur dan dimakamkan di bukit Njaten.
Pada masanya, sosok hantu Lapre pernah ditakuti anak-anak warga Dusun Ngaran Krajan dan Kenayan. Mitos hantu orang Belanda berjanggut panjang seperti sarang laba-laba ini berhasil menjaga kelestarian Candi Borobudur dari tangan jahil anak-anak.
Menghapus Peradaban
Setelah pemugaran Candi Borobudur selesai tahun 1983, sekitar 327 warga Dusun Ngaran Krajan dan Kenayan digusur. Sebagian pindah ke daerah kapling Kenalan, sebagian lagi bergeser ke arah Timur Candi.
Makam-makam di bukit Njaten kemudian dibongkar yang sebagian dipindah ke Dusun Gendingan. Beberapa orang menyebut, inilah momen awal terputusnya rantai sejarah kearifan dan keharmonisan cagar budaya Candi Borobudur dengan masyarakat sekitarnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota