Budi Arista Romadhoni
Kamis, 12 Juni 2025 | 20:09 WIB
Siswi SD Marsudirini Gedangan Semarang tengah menjelaskan kepada pengunjung booth tentang praktik baik pembelajaran ketahanan iklim yang telah dilakukan di sekolah saat Showcase Program Green School OASIS Schoolyards Semarang, di Balai Kota Semarang, Kamis 12 Juni 2025. [istimewa]

SuaraJawaTengah.id - Sekolah-sekolah dasar dan madrasah di Kota Semarang kini memainkan peran baru yang lebih besar dari sekadar institusi pendidikan formal.

Melalui program OASIS Schoolyards Semarang, lima sekolah telah menjelma menjadi pusat pembelajaran perubahan iklim dan ruang terbuka hijau multifungsi yang memberi manfaat tidak hanya bagi siswa, tetapi juga lingkungan sekitar.

Program ini menjadi bukti bahwa institusi pendidikan memiliki potensi besar dalam membangun ketangguhan komunitas menghadapi dampak krisis iklim seperti banjir rob dan gelombang panas.

Selama sembilan bulan sejak diluncurkan pada September 2024, inisiatif ini telah menunjukkan bahwa perubahan nyata bisa dimulai dari ruang yang akrab bagi anak-anak halaman sekolah.

Lima sekolah yang terlibat dalam program ini yakni MI Darul Ulum, MI Mirfa’ul Ulum, SDN Gebangsari 01, SDN Kaligawe, dan SD Marsudirini Gedangan.

Mereka menjadi model penerapan pendidikan perubahan iklim terintegrasi, sekaligus pelopor dalam desain ruang terbuka hijau berbasis solusi alam (nature-based solutions).

Program ini merupakan hasil kolaborasi antara PT Global Dairi Alami (MilkLife), Resilient Cities Network (R-Cities), dan Pemerintah Kota Semarang.

Pendekatan yang diterapkan melibatkan pelatihan guru, pengembangan kurikulum tematik, serta keterlibatan langsung siswa dan orang tua dalam proses perancangan lingkungan sekolah yang ramah iklim.

Keberhasilan implementasi program ini dirayakan dalam acara Penutupan & Showcase OASIS Schoolyards Semarang yang digelar di Balai Kota Semarang, Kamis (12/6/2025).

Baca Juga: Wakil Wali Kota Semarang Resmikan Pondok Mami Sera, Etalase Inovasi Pangan Lokal CSR Pertamina

Sekitar 96 peserta hadir, terdiri dari para pendidik SD/MI, perangkat daerah, serta komunitas filantropi yang tertarik untuk menggandakan inisiatif serupa.

Beberapa pencapaian penting dari program ini termasuk:

  • Peningkatan kapasitas guru, di mana 82% guru melaporkan peningkatan signifikan dalam metode pengajaran terkait perubahan iklim, dan 59% merasa lebih percaya diri untuk mengedukasi komunitas.
  • Integrasi kurikulum ketangguhan iklim, melalui 29 modul ajar yang dikembangkan dan dilengkapi dengan SOP untuk pengelolaan sampah, air, energi, tanaman, dan sanitasi.
  • Transformasi fisik halaman sekolah menjadi ruang terbuka multifungsi yang mendukung interaksi sosial dan menumbuhkan budaya peduli lingkungan.

Menurut Ananto Kusuma Seta, Koordinator Nasional Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan dari Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, program ini telah menerjemahkan prinsip-prinsip pendidikan perubahan iklim global ke dalam praktik lokal yang konkret.

“UNESCO menyoroti bahwa krisis terbesar dunia adalah perubahan iklim, bukan perang. Sehingga pendidikan perubahan iklim adalah prioritas utama. Saat ini 73% sekolah di Indonesia berada di area rawan banjir. Maka melalui program OASIS Schoolyards ini, sekolah yang merupakan ‘rumah kedua’ untuk anak, juga menjadi laboratorium hidup untuk kehidupan yang berkelanjutan, dari sekolah ke masyarakat. Semarang sudah ‘membeli’ masa depan dengan harga sekarang,” ungkap Ananto.

Hal senada disampaikan oleh Kepala Hubungan Kemitraan Regional Asia-Pasifik R-Cities, Nini Purwajati. Ia menekankan pentingnya kekuatan komunitas lokal dalam menjawab tantangan global perubahan iklim.

“Salah satu aspek krusial dalam OASIS Schoolyards adalah memadukan praktik global dari Paris dengan kekuatan lokal Indonesia, termasuk mengintegrasi dengan program sekolah Adiwiyata yang sudah memiliki sejarah dan ekosistem yang kuat. Ini membuktikan bahwa kota-kota Asia bisa jadi pelopor inovasi berbasis komunitas untuk isu ketahanan iklim secara global,” ujar Nini.

Load More