SuaraJawaTengah.id - Malam 1 Suro, yang bertepatan dengan malam 1 Muharram dalam kalender Hijriyah, sering kali dipenuhi dengan berbagai tradisi dan amalan di masyarakat Jawa dan Muslim Nusantara.
Namun, di tengah banyaknya ritual budaya, ulama kharismatik KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mengajak umat untuk kembali kepada esensi malam tersebut: memperkuat hubungan dengan Allah dan merefleksikan diri.
Makna 1 Suro dalam Perspektif Gus Baha
Gus Baha tidak menolak tradisi selama tidak bertentangan dengan syariat. Namun, beliau lebih menekankan pada substansi malam 1 Suro sebagai momen perenungan.
Dalam kajian beliau, Gus Baha menegaskan bahwa malam 1 Muharram adalah momentum hijrah batin. Ini bukan sekadar perpindahan waktu, tetapi kesempatan untuk memperbarui niat, memperbaiki amal, dan menyucikan hati.
Menurut Gus Baha, malam 1 Suro bukan saat untuk mengaitkan diri dengan hal-hal mistik atau ritual yang tidak berdasar syariat, melainkan waktu untuk introspeksi spiritual.
“Kita ini menyambut tahun baru Islam, bukan tahun baru dukun. Jadi yang diutamakan itu bukan membasuh keris, tapi membasuh hati,” ujar Gus Baha dikutip dari YouTube Anfa'uhum Linnas.
Amalan Utama: Salat, Doa, dan Muhasabah
Gus Baha menyampaikan bahwa amalan terbaik pada malam 1 Suro adalah salat, terutama salat maghrib dan salat sunnah, yang diniatkan sebagai bentuk syukur telah diberi umur untuk menyambut tahun baru Hijriyah.
Baca Juga: Gus Baha: Anak-Anak di Masjid Bukan Gangguan, Ramadan Saatnya Merangkul!
Beliau mengisahkan tentang salat abadi (salat yang terus-menerus dilakukan dengan keikhlasan tanpa putus) yang disebutkan dalam riwayat Tahir Abdali sebagai bentuk pengabdian penuh kepada Allah.
Gus Baha juga menekankan pentingnya muhasabah (introspeksi diri) dan memperbanyak doa-doa tobat serta harapan baik di tahun mendatang. Doa akhir tahun dan awal tahun memang dikenal luas, tetapi Gus Baha lebih menggarisbawahi pentingnya ketulusan dalam setiap doa, bukan sekadar hafalan.
“Yang penting itu bukan lafadz doanya, tapi isi hati ketika berdoa. Orang Jawa itu kadang doanya panjang, tapi isinya kosong,” sambung Gus Baha.
Menghindari Syirik dan Tradisi yang Menyimpang
Gus Baha juga mengingatkan agar umat tidak terjebak dalam praktik yang menyimpang dari tauhid, seperti membakar kemenyan, membuat sesajen, atau mempercayai bahwa malam 1 Suro membawa sial.
Menurut beliau, keyakinan bahwa malam 1 Suro adalah malam angker adalah bentuk warisan budaya yang tidak sejalan dengan nilai Islam.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Body Lotion dengan Kolagen untuk Usia 50-an, Kulit Kencang dan Halus
- 8 Bedak Translucent untuk Usia 50-an, Wajah Jadi Flawless dan Natural
- Sepatu On Cloud Ori Berapa Harganya? Cek 5 Rekomendasi Paling Empuk buat Harian
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- 5 Sepatu Lari Rp300 Ribuan di Sports Station, Promo Akhir Tahun
Pilihan
-
Hasil SEA Games 2025: Mutiara Ayu Pahlawan, Indonesia Siap Hajar Thailand di Final
-
Stok BBM Shell Mulai Tersedia, Cek Lokasi SPBU dan Harganya
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
Terkini
-
BRI Dukung Pemberdayaan Difabel melalui Pelatihan dan Program Magang
-
SIG Bersama Semen Gresik Terima Kunjungan Puluhan Duta Minerba dari Kementerian ESDM
-
Diskon Avtur Pertamina: Angin Segar untuk Libur Nataru, Harga Tiket Pesawat Lebih Ramah di Kantong
-
Cari SUV Bekas Rp80 Jutaan? Ini 5 Pilihan Terbaik, Gagah dan Siap Diajak Touring!
-
Insan BRILiaN Region 10 Semarang Serahkan Bantuan Kemanusiaan untuk Bencana di Sumatera