Budi Arista Romadhoni
Senin, 28 Juli 2025 | 11:09 WIB
Sejumlah wisatawan mengunjungi Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (26/7/2025). [ANTARA FOTO/Anis Efizudin/rwa]

SuaraJawaTengah.id - Candi Borobudur, dikenal sebagai candi Buddha terbesar di dunia, berdiri megah di tanah Jawa sebagai simbol kejayaan peradaban masa lalu.

Namun, sebuah teori kontroversial mengemuka, yang menyatakan bahwa Borobudur bukan hanya peninggalan dari peradaban Buddha, tetapi juga sebuah peninggalan dari masa Nabi Sulaiman.

Dikutip dari YouTube Catatan Media, berikut adalah 10 argumen yang mendukung teori tersebut.

1. Teori Pahmi Basya: Borobudur Bukan Candi Buddha

Sejumlah wisatawan menuruni tangga Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (26/7/2025). [ANTARA FOTO/Anis Efizudin/rwa]

Pahmi Basya, seorang ahli matematika Islam, mengajukan hipotesis yang menyebutkan bahwa Borobudur bukanlah hasil karya dinasti Mataram Kuno, melainkan peninggalan dari masa Nabi Sulaiman.

Ia berargumen bahwa Borobudur menyimpan simbolisme yang lebih dalam yang terkait dengan ajaran dan kisah Nabi Sulaiman dalam Al-Quran, yang melampaui interpretasi Buddhis yang lebih umum diterima.

2. Persamaan Nama “Sulaiman” dengan Kabupaten Sulaiman di Yogyakarta

Salah satu argumen yang diajukan oleh Pahmi Basya adalah kesamaan fonetik antara nama "Sulaiman" dan sebuah daerah di Yogyakarta, yang menurutnya menunjukkan hubungan antara Nabi Sulaiman dan wilayah ini.

Menurutnya, ini bisa menjadi petunjuk bahwa Borobudur memiliki keterkaitan langsung dengan Nabi Sulaiman, meskipun secara historis Borobudur diperkirakan dibangun pada abad ke-8 Masehi, jauh setelah masa hidup Nabi Sulaiman.

Baca Juga: Kisah Kartini Borobudur: Ibu-ibu Tangguh Lawan Penggusuran, Demi Hak Berjualan

3. Lembah Semut dalam Al-Quran

Pahmi Basya menyoroti kisah Lembah Semut dalam Al-Quran yang mengisahkan pertemuan pasukan Nabi Sulaiman dengan semut-semut.

Ia menyatakan bahwa lokasi Borobudur yang dikelilingi oleh perbukitan dan memiliki bentang alam yang mirip dengan deskripsi Lembah Semut dalam Al-Quran mendukung argumennya. Ini menjadi salah satu titik penting yang menghubungkan Borobudur dengan kisah-kisah Nabi Sulaiman.

4. Istana Ratu Bilqis di Ratu Boko

Dalam teori ini, Pahmi Basya juga mengklaim bahwa Candi Ratu Boko adalah kediaman Ratu Bilqis, ratu dari negeri Saba yang dikenal dalam kisah Nabi Sulaiman.

Ia menganggap bahwa lokasi ini berfungsi sebagai bukti lain dari keterkaitan antara Borobudur, yang dibangun pada masa yang lebih dekat dengan peradaban Jawa kuno, dan Nabi Sulaiman.

5. Temuan Lempengan Emas di Ratu Boko

Salah satu klaim yang kontroversial adalah penemuan lempengan emas bertuliskan nama Allah di situs Ratu Boko, yang menurut Pahmi Basya menjadi bukti fisik dari keberadaan Nabi Sulaiman di Nusantara.

Klaim ini masih menimbulkan perdebatan, namun ia menyatakan bahwa ini adalah petunjuk penting tentang peran Nabi Sulaiman di kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

6. Kritik dari Akademisi

Meskipun teorinya menuai kritik tajam dari banyak sejarawan dan arkeolog, seperti Rini Susanti dari UIN Sunan Kalijaga, teori Pahmi Basya tetap mendapat perhatian.

Rini mengakui bahwa meskipun klaimnya bertentangan dengan pemahaman tradisional sejarah Borobudur, ini adalah upaya kreatif yang menggabungkan ilmu pengetahuan dengan tafsir agama, membuka ruang bagi perspektif alternatif dalam studi sejarah.

7. Simbolisme Relik yang Mewakili Mujizat Nabi Sulaiman

Pahmi Basya mengaitkan berbagai relik yang ada di Borobudur dengan kisah-kisah mujizat Nabi Sulaiman.

Salah satunya adalah gambaran hewan-hewan yang hidup harmonis di sekitar manusia dan alam, yang menurutnya merupakan simbol dari kemampuan Nabi Sulaiman untuk berbicara dengan dan mengendalikan makhluk hidup seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran.

8. Patung “Unfinished Solomon”

Di Borobudur terdapat sebuah patung yang diyakini belum selesai pengerjaannya, yang disebut "Unfinished Solomon" oleh Pahmi Basya.

Ia menghubungkan patung ini dengan kisah Nabi Sulaiman yang meninggal sambil bersandar pada tongkatnya, yang tak jatuh hingga rayap menggerogotinya, yang membuat tubuhnya terjatuh, mengungkapkan kematiannya.

Teori ini menyatakan bahwa patung yang belum selesai tersebut merepresentasikan pekerjaan yang tertunda akibat kematian Sulaiman.

9. Penggambaran Tabut di Borobudur

Tabut, peti yang berisi benda-benda sakral dari Nabi Daud yang diwariskan kepada Nabi Sulaiman, juga dipercaya oleh Pahmi Basya tergambar dalam salah satu relik di Borobudur.

Menurutnya, relik tersebut menggambarkan peti yang dijaga oleh seseorang, yang sesuai dengan deskripsi dalam Surat Al-Baqarah Ayat 248, yang juga disebut dalam kisah Nabi Sulaiman.

10. Hubungan Nama “Sulaiman” dengan Tradisi Jawa

Tempat Wisata Dekat Candi Borobudur (Instagram/borobudurpark)

Pahmi Basya mengklaim bahwa penggunaan awalan "Su" dalam nama “Sulaiman” berkaitan dengan konvensi penamaan di Jawa, yang sering menggunakan awalan tersebut untuk memberi nuansa kehormatan.

Dalam budaya Jawa, nama yang dimulai dengan “Su” dianggap sebagai simbol kemuliaan. Hal ini menurutnya menunjukkan bahwa Nabi Sulaiman memiliki hubungan khusus dengan peradaban Jawa, meskipun mayoritas ulama dan sejarawan sepakat bahwa nama tersebut tidak memiliki kaitan langsung dengan budaya Jawa.

Teori Pahmi Basya mengenai Borobudur sebagai peninggalan Nabi Sulaiman tentu merupakan teori yang menarik dan membuka diskusi yang lebih luas antara sains, agama, dan sejarah.

Namun, meskipun ada berbagai bukti dan argumen yang mendukung teori ini, mayoritas sejarawan dan arkeolog masih berpegang pada konsensus tradisional bahwa Borobudur adalah hasil karya dinasti Sailendra pada abad ke-8 Masehi. 

Dalam perkembangan penelitian dan penemuan arkeologis yang terus berlanjut, dialog terbuka mengenai topik ini tetap penting untuk mengungkap lapisan-lapisan sejarah yang lebih dalam. Apakah Borobudur memang peninggalan Nabi Sulaiman? Atau ini hanya spekulasi belaka? Diskusi ini terus berlanjut di kalangan akademis.

Kontributor : Dinar Oktarini

Load More