- Angkringan atau Hik berasal dari Klaten, dirintis oleh Eyang Karso sebagai tempat makan sosial malam hari.
- Warteg dari Tegal menawarkan puluhan lauk di etalase kaca, mengusung konsep kesetaraan dan harga murah.
- Nasi Rames berarti lauknya "ora mesti" atau tak selalu sama, memberikan kebebasan memilih menu rumahan.
SuaraJawaTengah.id - Jawa Tengah tidak hanya kaya akan budaya dan pemandangan alam, tetapi juga surga bagi para pencari rasa otentik.
Di balik hiruk pikuk kota-kotanya, bersemayam warung-warung makan sederhana yang telah melegenda, menjadi denyut nadi kuliner sekaligus ruang sosial masyarakat.
Lebih dari sekadar tempat mengisi perut, warung-warung ini menyimpan jejak sejarah, filosofi, dan keistimewaan yang membuatnya selalu dirindukan.
Mulai dari gerobak angkringan yang remang-remang hingga etalase kaca Warteg yang menggugah selera, inilah lima ikon kuliner sederhana dari Jawa Tengah yang wajib Anda jelajahi.
1. Angkringan atau Hik: Kumpul Malam dari Klaten
Siapa sangka, ikon Yogyakarta dan Solo ini justru berakar dari Klaten. Sejarahnya dimulai sekitar tahun 1930-an oleh seorang perantau dari Desa Ngerangan, Klaten, bernama Karso Dikromo atau Eyang Karso.
Ia merintis usaha makanan yang kemudian menjadi cikal bakal angkringan.
Nama "angkringan" berasal dari bahasa Jawa "angkring" yang berarti duduk santai atau 'nongkrong'.
Sementara di Solo dan Klaten, ia lebih dikenal sebagai HIK, singkatan dari "Hidangan Istimewa Kampung".
Baca Juga: Mengenal Jalur Tengkorak di Jawa Tengah: Deretan Cerita Mistis dan Tragedi Maut Legendaris
Keistimewaannya terletak pada menu porsi mini yang khas seperti nasi kucing, aneka sate (usus, telur puyuh, kulit), dan gorengan yang disantap bersama wedang jahe atau kopi joss.
Angkringan adalah ruang sosial terbuka, tempat semua kalangan berbaur dan bercerita hingga larut malam.
2. Warung Tegal (Warteg): Etalase Kaca Penuh Lauk
Warteg adalah singkatan dari Warung Tegal, sebuah model usaha gastronomi yang berasal dari Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
Awalnya, usaha ini banyak dikelola oleh masyarakat dari desa-desa seperti Sidapurna, Sidakaton, dan Krandon yang merantau ke kota-kota besar sejak tahun 1960-an.
Ciri khas utamanya adalah etalase kaca yang memajang puluhan jenis lauk pauk dan sayuran matang.[8][9] Konsep ini memungkinkan pembeli untuk memilih langsung hidangan yang diinginkan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik
Terkini
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota
-
Bukan Cuma Sepak Bola! Intip Keseruan dan Kekompakan Jurnalis Semarang di Tiba Tiba Badminton 2025
-
7 Jalur Trek Lari di Purwokerto, Syahdyu untuk Melepas Penat dan Menjaga Kebugaran