- Pekalongan lahir dari kisah pengembaraan dan berkembang jadi kota pesisir penting sejak Mataram Kuno.
- Batik Pekalongan mencerminkan akulturasi budaya, simbol keterbukaan, dan identitas ekonomi rakyat.
- Warisan perjuangan, tradisi, dan kreativitas menjadikan Pekalongan kota modern yang tetap berbudaya.
SuaraJawaTengah.id - Pekalongan sering disebut sebagai Kota Batik Dunia. Namun, di balik deretan motif indah yang menghiasi kainnya, tersimpan kisah panjang tentang perjalanan sejarah, legenda rakyat, hingga perjuangan melawan penjajah.
Kota ini bukan sekadar tempat memproduksi batik, melainkan juga panggung peradaban yang membentuk karakter masyarakat pesisir Jawa.
Sebagaimana dikutip dari Fakta Sejarah Kita, berikut tujuh fakta menarik tentang asal-usul Pekalongan yang akan membuatmu semakin bangga dengan warisan budaya Nusantara ini.
1. Nama “Pekalongan” Berasal dari Kisah Perjalanan Seorang Pengembara
Tak banyak yang tahu, nama Pekalongan ternyata memiliki makna filosofis yang mendalam.
Dalam cerita rakyat, nama ini diyakini berasal dari kata “halong”, yang berarti mengembara atau berkelana.
Kata ini merujuk pada kisah seorang tokoh legendaris bernama Ki Ageng Cempaluk, yang disebut-sebut sebagai salah satu pendiri wilayah ini.
Dikisahkan, Ki Ageng Cempaluk berkelana hingga menemukan sebidang tanah subur di tepi sungai.
Ia kemudian memutuskan menetap di sana bersama para pengikutnya. Dari sinilah muncul istilah “Pekalongan,” yang bisa diartikan sebagai tempat berkelana yang makmur.
Baca Juga: Sepekan Longsor di Pekalongan, 1 Orang Belum Ditemukan
Ada pula versi lain yang tak kalah menarik. Beberapa sumber menyebut nama Pekalongan berasal dari gabungan kata “pek” (pemekaran) dan “alongan” (tanah subur). Maknanya, tanah ini adalah tempat yang berkembang dan subur simbol kehidupan agraris yang makmur dan damai.
2. Pernah Jadi Wilayah Penting di Masa Mataram Kuno
Sejarah mencatat, jauh sebelum dikenal sebagai kota batik, Pekalongan sudah memiliki peran strategis di masa kerajaan Hindu-Buddha.
Letaknya di pesisir utara Jawa menjadikannya pusat perdagangan laut yang menghubungkan Jawa dengan berbagai wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.
Pelabuhan di wilayah ini menjadi tempat bertemunya pedagang dari berbagai bangsa, sehingga wajar bila Pekalongan menjadi kota yang kosmopolit sejak masa lampau.
Pada masa Kerajaan Mataram Kuno, kawasan ini masuk dalam pengaruh kerajaan besar tersebut.
Selain menjadi jalur ekonomi, wilayah ini juga menjadi jalur percampuran budaya dan agama yang memperkaya identitas masyarakatnya.
3. Salah Satu Pusat Dakwah Islam di Pesisir Utara Jawa
Ketika Islam mulai masuk ke Pulau Jawa, wilayah pesisir utara memainkan peranan penting dalam penyebarannya.
Pekalongan menjadi salah satu kota yang tumbuh sebagai pusat dakwah Islam, terutama pada masa Kesultanan Demak.
Salah satu tokoh yang dikenal sering berdakwah di wilayah ini adalah Sunan Kalijaga, anggota Wali Songo yang terkenal dengan pendekatan budaya dan keseniannya.
Sunan Kalijaga dan para ulama lain menggunakan seni dan tradisi lokal sebagai media dakwah.
Batik, musik, dan tradisi syawalan yang masih hidup sampai sekarang menjadi bukti betapa dalamnya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat Pekalongan.
4. Masa Kolonial: Luka, Perlawanan, dan Lahirnya Identitas Ekonomi
Memasuki abad ke-17, sejarah Pekalongan berubah ketika VOC Belanda datang dan menjadikan pesisir utara Jawa sebagai pusat perdagangan rempah-rempah dan hasil bumi.
Pelabuhan dibangun, jalan diperlebar, dan sistem ekonomi baru diberlakukan. Namun, di balik geliat perdagangan, rakyat Pekalongan justru harus menanggung penderitaan akibat kebijakan tanam paksa (kulturstelsel) di abad ke-19.
Mereka diwajibkan menanam kopi, tebu, dan nila untuk kepentingan Belanda.Ironisnya, dalam tekanan penjajahan itu pula tradisi membatik tumbuh subur.
Banyak perempuan pesisir yang mulai mengembangkan batik sebagai pekerjaan rumah tangga dan sumber penghasilan tambahan.
Lambat laun, batik Pekalongan berkembang menjadi komoditas budaya dan ekonomi yang bernilai tinggi dan identitas kebanggaan kota ini.
5. Batik Pekalongan, Simbol Keindahan dan Keterbukaan Budaya
Batik Pekalongan bukan hanya kain bermotif; ia adalah cerita tentang toleransi, kreativitas, dan akulturasi budaya.
Motif-motifnya mencerminkan pengaruh berbagai bangsa yang pernah singgah di pesisir utara Jawa mulai dari Tionghoa, Arab, Belanda, hingga India.
Warna-warnanya cerah dan dinamis, menggambarkan kepribadian masyarakat Pekalongan yang terbuka terhadap inovasi.
Ketika para pendatang dari Yogyakarta dan Solo datang membawa teknik membatik mereka, masyarakat Pekalongan menyambutnya dengan antusias.
Dari pertemuan dua gaya inilah lahir motif batik pesisir yang khas dan berani.
Pengakuan internasional pun datang ketika pada tahun 2014, UNESCO menetapkan Pekalongan sebagai Kota Kreatif Dunia dalam bidang seni kerajinan dan rakyat.
Sejak itu, Pekalongan resmi menyandang gelar “World’s City of Batik.”
6. Kota dengan Semangat Perjuangan yang Tak Pernah Padam
Selain dikenal lewat karya seni, Pekalongan juga punya jejak perjuangan yang heroik.
Pada masa Perang Diponegoro (1825–1830), rakyat Pekalongan ikut berperang melawan kolonial Belanda. Tokoh lokal Kibagus Hasan Basri dikenal memimpin perlawanan di wilayah ini dengan semangat membara.
Bahkan saat pendudukan Jepang (1942–1945), warga Pekalongan tetap menunjukkan keberaniannya.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, masyarakat Pekalongan kembali berdiri di garis depan untuk mempertahankan kemerdekaan.
Kisah-kisah perjuangan ini menjadi bagian penting dari identitas masyarakat bahwa mereka bukan hanya pengrajin batik, tetapi juga pejuang sejati yang cinta tanah air.
7. Tradisi dan Budaya yang Hidup di Tengah Modernitas
Kini, Pekalongan tumbuh menjadi kota yang modern tanpa kehilangan jati diri.Berbagai pusat pelatihan batik, galeri seni, dan Festival Batik Pekalongan diadakan setiap tahun untuk melestarikan warisan budaya leluhur.
Di sisi lain, tradisi rakyat seperti syawalan dengan lopis raksasa, sedekah laut, hingga pasar malam pesisir tetap hidup dan menjadi daya tarik wisata yang unik.
Tradisi-tradisi ini bukan hanya seremoni, tapi juga bentuk kearifan lokal yang menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.
Di tengah arus globalisasi, masyarakat Pekalongan membuktikan bahwa kemajuan bisa berjalan berdampingan dengan pelestarian budaya.
Pekalongan mengajarkan kita bahwa budaya bukan sekadar warisan masa lalu, tapi juga sumber kekuatan untuk membangun masa depan.
Selama semangat itu dijaga, Pekalongan akan terus menjadi kota yang memikat bukan hanya karena batiknya, tetapi karena jiwa dan sejarah yang menenun setiap helai kainnya.
Kontributor : Dinar Oktarini
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- Jordi Cruyff Sudah Tinggalkan Indonesia, Tinggal Tandatangan Kontrak dengan Ajax
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
Terkini
-
SIG Dukung Batam Jadi Percontohan Pengembangan Fondasi Mobilitas & Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
-
Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah Kirim 29 AMT untuk Pemulihan Suplai di Sumatera
-
4 Link Saldo DANA Kaget Jumat Berkah: Raih Kesempatan Rp129 Ribu!
-
Skandal PSSI Jateng Memanas: Johar Lin Eng Diduga Jadi 'Sutradara' Safari Politik Khairul Anwar
-
8 Tempat Camping di Magelang untuk Wisata Akhir Pekan Syahdu Anti Bising Kota