Kenalkan Pewarna Alami, Batik Lumbini Ramah Lingkungan

Adi mengaku Rumah Batik Lumbini rata-rata menerima 1.000 tamu setiap bulan. Mereka menerima tamu bekerja sama dengan Amanjiwo dan Manohara Resort.

Chandra Iswinarno
Minggu, 11 Oktober 2020 | 19:30 WIB
Kenalkan Pewarna Alami, Batik Lumbini Ramah Lingkungan
Wisatawan belajar membatik di Sanggar Rumah Batik Lumbini. [Suara.com/Angga Haksoro]

SuaraJawaTengah.id - Tren wisata perlahan bergeser tidak lagi hanya menawarkan atraksi namun juga edukasi. Wisatawan memburu pengalaman ikut merasai dan terlibat dalam kegiatan masyarakat.

Peluang wisata itu yang ditangkap sanggar Rumah Batik Lumbini, di kawasan wisata Candi Borobudur. Mereka menawarkan pengalaman membatik bagi wisatawan yang berkunjung ke candi.

“Kegiatan Batik Lumbini yang pertama memang memproduksi kecil-kecilan.  Yang kedua menerima tamu untuk edukasi. Entah wisatawan, atau anak-anak sekolah di sekitar Magelang. Kami tawarkan paket edukasi,” kata pemilik Rumah Batik Lumbini Adi Winarto pada Minggu (11/10/2020).

Adi mengaku Rumah Batik Lumbini rata-rata menerima 1.000 tamu setiap bulan. Mereka menerima tamu bekerja sama dengan Amanjiwo dan Manohara Resort.

Baca Juga:Batik Bermotif Virus Corona

“Biasanya para tamu dari kedua penginapan itu diantar ke sanggar atau kami diundang ke sana untuk mengajari para tamu membatik.” 

Sebagai perajin yang menawarkan paket wisata edukasi, Rumah Batik Lumbini juga merasa perlu memperkenalkan proses membatik yang ramah lingkungan.

Meski masih menggunakan sedikit pewarna sintetis, Batik Lumbini mulai mengaplikasikan pewarna alami dalam proses produksi. Terdapat 20 jenis tanaman disekitar sanggar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami.

“Warna alami kami ambil antara lain dari pengolahan bunga srigading dan kelang. Kemudian dari daun mangga, daun ketepeng, biji sombo, kulit buah rambutan, dan kulit mahoni. Semuanya ada di sekitar sanggar.”

Karena menggunakan pewarna alami, sanggar yang berdiri sejak tahun 2011 juga tidak dapat memproduksi batik dalam jumlah banyak. Untuk membuat selembar kain batik tulis berukuran 2,5 x 1 meter, dibutuhkan waktu pembuatan sekitar 2 minggu.

Baca Juga:Masih Bingung Batik Solo dan Batik Yogya? Ini Keunikannya

Batik tulis misalnya, harus melalui 20 kali pencelupan warna dan pelukisan yang bertahap. Beberapa jenis bunga yang dijadikan bahan pewarnaan harus melalui proses fermentasi, sehingga proses produksi semakin lama.

"Untuk batik cap kita hanya bisa produksi 5 sampai 10 lembar kain setiap hari. Kita jual Rp 300 ribu sampai Rp 1 juta. Untuk batik tulis Rp 800 ribu sampai Rp 3 juta," ujar Adi.

Sebagai upaya turut melestarikan lingkungan, sanggar Rumah Batik Lumbini menyiapkan kegiatan menanam pohon gayam. Menurut Adi, proses membatik membutuhkan banyak air yang yang ketersediaanya bergantung pada resapan akar pohon.  

“Sedangkan sekarang pohon-pohon di sekitar Borobudur kan bisa dilihat sendiri (banyak berkurang karena) banyak hotel. Kalau kita tidak peduli sedikit-sedikit, kapan kita akan punya ketahanan air,” ujar Adi.

Pandemi Covid 19 berdampak pada usaha Rumah Batik Lumbini. Anjloknya jumlah wisatawan ke Borobudur berdampak pada jumlah pengunjung dan konsumen yang datang ke sanggar ini.

Tiga bulan pertama pandemi Covid-19 sekitar Maret-Juni 2020, Rumah Batik sama sekali tidak mendapat kunjungan wisatawan. Sebanyak 15 pekerja yang berasal dari warga sekitar sanggar, terpaksa dirumahkan.

"Sebelum pandemi kita rata-rata menerima 1.000 tamu setiap bulan. Selama 3 bulan pertama pandemi, tamu kami zero. Covid juga berdampak pada penjualan ke luar negeri karena mereka lockdown."

Upaya memulihkan kembali kunjungan wisatawan Borobudur antara lain dilakukan melalui penerapan protokol kesehatan new normal. Promosi wisata digencarkan, dibarengi dengan penerapan prosedur kesehatan yang ketat.

Kunjungan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo ke sejumlah objek wisata di kawasan Borobudur, termasuk ke sanggar Rumah Batik Lumbini juga menjadi salah satu strategi memulihkan pariwisata.

"Kunjungan itu menjadi dukungan moral bagi kami. Pak Gubernur saat kunjungan membeli masker batik dan beberapa lembar batik tulis. Dampak psikologisnya positif bagi pelaku wisata," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini