Pemekaran Banyumas, Pengamat: Bukan Daerah Otonom Prioritas Pemekaran

Pemekeran kabupaten banyumas bukan sekedar isu, namun sudah pada tahap sosialisasi

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 22 Oktober 2020 | 16:54 WIB
Pemekaran Banyumas, Pengamat: Bukan Daerah Otonom Prioritas Pemekaran
Pengamat Kebijakan Hukum Birokrasi dan Pemerintahan Daerah, dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Dr Tedi Sudrajat, SH MH. (Dokumen Pribadi)

SuaraJawaTengah.id - Rencana pemekaran wilayah Banyumas menjadi 3 daerah otonom baru telah sampai pada tahap sosialisasi. Proses ini dilakukan secara bertahap. Untuk wilayah calon pemekaran Banyumas Barat telah dilaksanakan di Pendopo Sipanji, Purwokerto, Senin (19/10/2020).

Rencana pemekaran ini mendapat tanggapan dari Pengamat Kebijakan Hukum Birokrasi dan Pemerintahan Daerah, dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Dr Tedi Sudrajat, SH MH.

"Kalau untuk Banyumas sudah sejak tahun 2009 sudah menggaungkan persoalan pemekaran. Telah saya cermati, sejak tahun 2010 sudah masuk tahap persiapan pemekaran. Tahun 2015-2019 pengajuan dan pengusulan. Jadi seharusnya 2020 sudah ada pemekaran. Namun, persoalannya adalah normatif," katanya saat dihubungi Suara.com, Kamis (22/10/2020).

Namun jika dilihat dari sisi hukum, ia menyatakan bahwa sejak 2014 pemekaran atau penggabungan wilayah sudah dihentikan atau moratorium. Namun ada pengecualian jika itu merupakan proyek strategis nasional.

Baca Juga:Duh! Bukan untuk Esek-esek, Pria Ini Bawa Kondom untuk Simpan Sabu

"Sebetulnya sudah ada PP 78 tahun 2007, UU 23 tahun 2014 namun, sejak di undangkan itu sepertinya Pemerintah menahan diri dulu untuk adanya pemekaran daerah. Kalaupun memang ada, itu untuk daerah otonom baru yang masuk dalam kepentingan strategis Nasional, seperti di Papua," jelasnya.

Berdasarkan data yang dipaparkan, dari tahun 2014 sampai sekarang ia mencatat sudah ada usulan 16 calon Provinsi baru, 130 calon Kabupaten baru dan 27 calon Kota baru. Jadi sudah ada ratusan pengajuan, salah satunya Kabupaten Banyumas.

"Jadi, persoalannya adalah apakah Pemerintah Pusat mau tidak membuka kesempatan bagi Banyumas untuk dimekarkan? Persoalan akan dimekarkan menjadi dua atau tiga, itu dikembalikan ke hasil kajian. Kalau dari paparan norma sih memang sudah lengkap, memperbolehkan kok. Di Perda Nomor 7 tahun 2009 sudah tegas disebutkan," terangnya.

Sebenarnya jika dilihat dari segi Politik Hukum daerah sudah kuat. Karena saat ini sudah masuk dalam tahap sosialisasi yang merupakan tahap 4 dari 15 tahapan yang harus dilalui.

Namun kuncinya tetap menunggu lampu hijau dari pemerintah pusat.

Baca Juga:Terbakarnya Mobil di Sukoharjo, Polisi Temukan Bukti Jejak Pembunuh Yulia

"Kita ada dua Pengadilan dan dua Kejaksaan. Maksudnya, politik hukum di Banyumas bermaksud memisahkan antara kabupaten dengan kota administratif. Mana ada daerah lain yang begitu," ujarnya.

Lebih lanjut, Tedi melihat dari indikator normatif, persyaratan dasar yaitu dari kapasitas daerah kemudian dasar kewilayahan, sudah sangat layak Banyumas dimekarkan. Terlebih Kabupaten Banyumas mempunyai sejarah pengajuan, bukan ke kota madya tapi ke administratif.

"Persoalannya begini, sejak UU nomor 22 tahun 1999 kemudian membuka ruang pemekaran bagi daerah dan itu menimbulkan euforia di banyak daerah untuk membentuk daerah baru, ternyata pelaksanaannya tidak sesuai dengan konsep. Akhirnya itu berdampak pada proses pemekaran daerah baru yang lain, karena kurang pas," lanjutnya.

Saat ini, sebenarnya ada sebuah politik hukum dari pemerintah untuk mencoba membuka peluang, namun itu hanya di wilayah tertentu (Papua).

"Jika Kabupaten Banyumas tidak masuk dalam konteks kebijakan strategis nasional. Ini yang menjadi kendala," katanya.

Pemekaran ini menurut Tedi akan berimplikasi pada empat hal. Ada empat pola hubungan yang harus dikuatkan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak