Sedulur Sikep Berada di Kudus, Begini Cerita Saminisme di Kota Kretek

Sedulur sikep adalah kelompok penganut saminisme atau kepercayaan penghayat

Budi Arista Romadhoni
Senin, 08 Maret 2021 | 14:53 WIB
Sedulur Sikep Berada di Kudus, Begini Cerita Saminisme di Kota Kretek
Sekretariat sedulur sikep di Kudus. [Suara.com/Fadil AM]

Mengingat, ajaran Sikep meneruskan apa yang menjadi ajaran warisan leluhur orang Jawa.

“Sebenarnya ajaran Sikep ini, setahu orang umum kan ada di era pergerakan melawan Belanda. Artinya ajaran kerohanian, ajaran Genah Dunungeng Roso, Ngerteno Mulo Sangkan Paranging Dumadi, Gumelare Jagad Sepisanan Jagad Sing Awang-Awang Uwung-Uwung itu sudah ada, bukan di eranya Belanda,” jelasnya.

Ada kaitannya, kenapa Samin atau Wong Sikep saat itu melawan Belanda. Karena bangsa eropa menginjakkan kaki di tanah Jawa berkeinginan untuk menguasai dan merebut semua Sumber Daya Alam (SDA) yang ada.

“Ada dasarnya. Belanda di sini menjajah tanah Hyang Buyut (nenek moyang)-nya orang Jawa, maka harus dijaga. Ibarat kita yang punya rumah, jangan sampai diatur tamu,” ucapnya.

Baca Juga:Setelah Kebakaran, Sebagian Pedagang Pasar Kliwon Mulai Jualan Lagi

Lantara ajaran Sikep meyakini semua manusia di dunia adalah saudara. Sehingga bentuk perlawanannya tidak dengan mengangkat senjata, tetapi lebih pada laku keseharian.

“Jika melawan Belanda dengan kekerasan, ini akan bertentangan dengan ajaran. Kalau kita menggunakan cara kekerasan, secara tidak langsung kita kehilangan tanah Jawa, karena tidak mengikuti falsafah hidup orang Jawa,” tegas Budi.

Satu-satunya cara adalah dengan melakukan pembangkangan apa-apa yang menjadi kepentingan kolonialisme saat itu.

Meski harus menerima perlakukan yang sadis, pengikut Samin tetap tegak lurus dengan apa yang diyakini yakni tidak boleh srei (jegal), jrengki (benci), dahpen (mencela), panasaten (mudah marah), kemiren (iri hati).

“Diperlakukan kejam era Belanda karena melakukan perlawanan dengan sikap. Contohnya kakek buyut di Kaliyoso, kakek, hingga bapak saya, ibarat mandi darah karena tidak mau membayar pajak masa belanda. Sandang pangan, rumah dirobohkan, buat lagi dibakar, hewan ternak sapi dan kerbau dirampas,” ujarnya.

Baca Juga:Banjir Kudus, Petani yang Gagal Panen akan Dapat Klaim Asuransi

Setelah menggunakan cara kekerasan tidak mempan, dah malah semakin berkembang ideologi tersebut. Maka oleh Belanda menggunakan stigma negatif kepada penganut Sedulur Sikep.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak