Pernah Disinggahi Ulama Besar, Ini Cerita Kampung Darat di Kota Semarang

Ulama besar diceritakan pernah singgah di Kampung Darat Kota Semarang

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 13 April 2021 | 15:12 WIB
Pernah Disinggahi Ulama Besar, Ini Cerita Kampung Darat di Kota Semarang
Tomo Pedagang Kopi Keliling Legendaris yang bermukim di Kampung Darat di Kota Semarang. [Ayosemarang.com/Audrian Firhannusa]

SuaraJawaTengah.id - Kota Semarang memiliki banyak cerita sejarah penyebaran Agama Islam. Salah satunya di Kampung Darat, Semarang Utara memiliki jejak ulama besar yang pernah singgah. 

Tidak banyak yang tahu jika kampung Darat di Kota Semarang ini punya banyak cerita. Sebelum menjadi bagian Kelurahan Dadapsari, daerah ini bernama Kampung Melayu Darat.

Dilansir dari Ayosemarang.com, kata “Darat” muncul sebagai asal-usul dari kampung ini. Puluhan tahun yang lalu kampung ini menjadi tempat bermukim Kiai Haji Muhammad Sholeh bin Umar As-Samarani atau lebih akrab disebut dengan Kiai Sholeh Darat. Dia adalah mahaguru para kiai besar.

KH Hasyim Ash’ari pendiri Nahdatul Ulama (NU) dan KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah merupakan murid Kiai Sholeh Darat. Siapa sangka, RA Kartini juga termasuk salah seorang santrinya.

Baca Juga:Nelayan Kota Semarang Konvoi di Laut Bawa Bendera Merah Putih, Ada Apa?

Kampung Darat juga pernah bermukim kelompok pedagang kopi keliling. Bahkan, keduanya mempunyai keterkaitan.

Saat ini, sebagian besar pedagang kopi keliling ini sudah hilang, namun ada satu yang masih tersisa, yakni Tomo. Dia sudah berdagang kopi keliling sejak tahun 1975.

Tomo mengungkapkan, banyaknya kopi keliling di sini karena dulu cucu dari Kiai Sholeh Darat bernama Ali Kholil merupakan juragan kopi.

“Ali Kholil dulu kopinya banyak. Laris sekali,” terang Tomo yang pada tahun ini berusia 60 tahun.

Seiring keberhasilan usaha kopinya, Ali Kholil memperkerjakan banyak orang termasuk ayah dan kakak Tomo. Uniknya sebagian besar pedagang kopi ini berasal dari Tegal.

Baca Juga:Keren! Sambal Asal Kota Semarang Ini Dijual di Lima Negara

Tak hanya berjualan, para pedagang tersebut sekaligus nyantri di Pondok Pesantren Darat. Sebagaimana santri pada umumnya, mereka tidur di masjid seraya memperdalam ilmu agama.

“Kami juga diajari banyak hal soal kopi,” tambah Tomo.

Saat kopi Ali Kholil masih jaya, harga kopi bisa dibilang murah. Oleh karena itu, Tomo tidak keberatan untuk bagi hasil dengan Ali Kholil.

Namun sayangnya usaha kopi Ali Kholil tumbang. Praktis para pedagang kopi ini harus membeli kopi di tempat lain dengan harga yang lebih mahal. Alhasil banyak pedagang kopi yang berguguran.

Sebetulnya saat ini masih ada beberapa pedagang biji kopi keliling di Kota Semarang. Namun mereka bukan dari Kampung Darat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak