“Jadi yang membawa (agama Baha’i) di Kabupaten Pati itu ada dua orang, di Pati Kota adalah Rahman Tarmuzi dan yang di Cebolek itu Sutiyono. Saat itu Agama Baha’i menyebar sampai ke Cluwak,” bebernya.
Indonesia Pernah Jadi Pemeluk Baha’i Terbesar se-Asia
Pada 1950-an disebut sebagai tahun emas agama Baha’i di Indonesia. Majelis-majelis Rohani didirikan hampir di semua wilayah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Rembang dan Pati.
“Umat Baha’i di Indonesia yang terbesar di Asia pada 1950-an. Sehingga sebelum tahun 1960, akan diadakan Konferensi Regional Asia (agama Baha’i) di Jakarta,” ungkap Sanusi.
Baca Juga:Ini Identitas Korban Kecelakaan Maut di Jalan Pantura Pati-Kudus
Adanya konferensi itu pun menjadi magnet tersendiri bagi pemeluk agama Baha’i di seluruh dunia untuk datang ke Indonesia.
Nahasnya saat itu sentimen asing tengah membuncah, lantaran Presiden Sukarno menyerukan operasi Trikora dan Dwikora.
Lahirlah Keppres Nomor 264 Tahun 1962, tentang larangan adanya Organisasi Liga Demokrasi, Rotary Club, Divine Live Society, Vrijmetselarean Loge, Moral Realmament, Acient Mystical Organization of Rosi Crucians, dan Organisasi Baha’i.
Untuk kemudian Keppres tersebut dicabut melalui Keppres Nomor 69 Tahun 2000. Saat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat sebagai Presiden RI ke-4.
“Kadang banyak yang salah mengartikan, yang dilarang di sini adalah organisasinya bukan agamanya. Makanya tahun 1962 (agama Baha’i) masih berkembang,” ujar Sanusi.
Baca Juga:Merinding! Detik-detik Kecelakaan Maut di Pati yang Tewaskan 4 Orang
Dilansir dari kajian Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaaan Kementerian Agama tahun 2014. Jumlah pemeluk Baha’i di Jakarta berjumlah 100 orang, Bandung sebanyak 50 orang, Palopo 80 orang, Medan 100 orang, Bekasi 11 orang, Surabaya 98 orang, Malang 30 orang, Banyuwangi 220 orang, dan Pati 22 orang.