Pada hari biasa dalam satu bulan, setidaknya Muntasir mampu memproduksi sebanyak 10-15 kaligrafi.
Sedangkan khusus pada bulan suci Ramadan seperti sekarang ini, permintaan cenderung meningkat hingga dua kali lipat.
“Puasa ini meningkat hingga dua kali lipat, sekitar 30-an ada,” jelasnya.
Untuk mendapatkan limbah bambu, Muntasir biasanya mencari di kebun bambu yang berjarak 200 meter dari rumahnya.
Baca Juga:Kampung Mural Kaligrafi di Bandung
Sedangkan untuk limbah kayu yang digunakan sebagi background, ia dapatkan dari potongan kayu bakar.
Proses pembuatan kaligrafi limbah bambu ini, terbilang cukup sederhana. Awalnya bambu dipotong menggunakan gergaji sesuai ukuran.
Selanjutnya potongan-potongan bambu diamplas, lalu dirangkai sedemikian rupa di media kayu, dan direkatkan dengan lem kayu.
Sesudah itu, diangin-anginkan sehingga lem merekat kuat.
Tidak berhenti di situ, produk setengah jadi tersebut, selanjutnya di semprot (Clear) agar mengkilat dan dihias sedemikian rupa.
Baca Juga:Masjid Baiturrohim Gambiran Tertua di Kabupaten Pati, Ini Kisahnya
“Saya tidak mengecat karena akan menghilangkan sifat orisinil bambu. Di sini saya menggunakan bambu apus karena kekuatannya,” beber Muntasir.
Kontributor : Fadil AM