SuaraJawaTengah.id - Suasana nurs station di ruang isolasi Anyelir, RSUD dr Gunawan Mangunkusumo (RSGM) Ambarawa mendadak gaduh. Seorang pemuda mengacungkan gunting, mengancam petugas keamanan.
Saat itu perawat RSGM Ambarawa Sinta M Pertiwi, baru saja memulai tugas jaga shift sore di bangsal khusus pasien Covid. Sinta bersama rekannya sesama perawat, Eddy Gunadi sedang sibuk memberi label nama-nama pasien pada tabung oksigen.
Dua minggu terakhir pasokan oksigen ke RSGM Ambarawa kerap terhambat. Solusinya, sebagian kebutuhan oksigen dibantu pengadaan mandiri oleh keluarga pasien. Tabung diberi label nama pasien agar tidak tertukar.
Jumat, 22 Juli 2021, beberapa anggota keluarga pasien tampak berkerumun di muka meja pelayanan perawat. Dalam nada cemas bercampur putus asa, mereka menanyakan kondisi pasien yang dinyatakan meninggal berstatus positif Covid.
Baca Juga:Update Covid-19 Global: Angka Kematian Mingguan Indonesia Terbanyak di Dunia
“Pasien meninggal. Sejak pagi kondisinya memang sudah drop,” kata Kepala Bagian Tata Usaha RSGM, Ganti Sumiyati.
Sesuai aturan, pemulasaran jenazah dilakukan sesuai prokes pemakaman Covid. Artinya urusan memandikan, mengafankan, hingga memasukkan jenazah ke peti mati akan ditangani petugas khusus berpakaian APD.
Keluarga kecewa karena tidak diizinkan masuk ruang isolasi. Buat mereka ini bukan sekadar melepas kepergian orang terkasih untuk terakhir kali.
“(Mereka) membaca berita yang tidak benar di media, bahwa kegiatan pemulasaran jenazah itu kiranya nanti akan diambil organnya, diambil matanya segala macam. Sehingga terjadilah ingin tahu (melihat) kondisi jenazah,” kata Kapolsek Ambarawa AKP Komang Karisma.
Keputusan RS itu menyebabkan Nurul Anwar Sholeh, salah seorang adik pasien marah-marah. Dia berusaha menerobos masuk ruang isolasi.
Baca Juga:Nomor Bantuan Informasi Covid-19, Vaksin Sinopharm Tak Efektif Pada Lansia?
Nurul Anwar kemudian terlibat adu mulut dengan salah seorang petugas satpam yang menahannya di muka pintu. Pemuda ini terus bersikeras melihat kondisi jenazah kakaknya.
Situasi agak reda setelah pihak rumah sakit akhirnya mengizinkan keluarga melihat dan ikut mengurus jenazah.
“Akan kami pinjami APD lengkap apabila keluarga ingin mendampingi saat pemulasaran,” ujar Kepala Bagian Tata Usaha RSGM, Ganti Sumiyati.
Tapi ketenangan hanya berlangsung singkat. Nurul Anwar Sholeh yang semula tampak agak tenang duduk-duduk di depan ruangan, kembali melabrak satpam dan perawat yang berada di meja pelayanan ruang Anyelir.
“Tapi tiba-tiba keluarganya marah-marah lagi, langsung mengambil gunting dan dipukul-pukulkan ke meja. Terus diarahkan ke satpam,” kata Ganti.
Perawat Sinta M Pertiwi spontan berusaha merebut gunting dari tangan Nurul Anwar. Suasana ricuh.
Beberapa anggota keluarga memegangi dan berusaha menenangkan Nurul Anwar. Perawat Eddy Gunadi terlibat saling tarik membantu Sinta merebut gunting.
Keributan itu menyebabkan Sinta dan Eddy Gunadi terluka sayatan di jari tangan. Satpam dan Nurul Anwar Sholeh juga mengalami luka ringan.
Setelah menjalani mediasi di Polsek Ambarawa, manajemen RSUD dr Gunawan Mangunkusumo memilih untuk tidak menuntut Nurul Anwar ke jalur hukum.
Upaya penyerangan terhadap pegawai RSGM Ambarawa itu berakhir damai. “Kami memaafkan keributan yang terjadi di ruang isolasi Anyelir,” kata Ganti Sumiyati.
Pihak rumah sakit bisa memahami situasi tidak mudah yang sedang dialami keluarga pasien Covid yang meninggal. Terlebih belum banyak orang memahami prosedur penanganan jenazah positif Covid.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang semula ngotot akan mengajukan gugatan hukum, belakangan turut menerima keputusan rumah sakit untuk damai.
Menurut Divisi Hukum dan Politik PPNI Kabupaten Semarang, Ipung Purwadi, tindakan Nurul Anwar Sholeh tidak termasuk mengancam perawat. Serangan gunting diarahkan ke satpam bukan perawat.
“Sekarang sudah damai semua dan kitapun sepertinya tidak mungkin menuntut karena tidak ada unsur penyerangan terhadap perawat. Dia (perawat) menjadi korban menangkis gunting supaya tidak menusuk satpam.”
Tindakan hukum kata Purwadi akan ditempuh jika pelaku terbukti menyerang perawat.
“Tapi ternyata informasi yang benar adalah perawat melerai. Tidak ada unsur kesengajaan melecehkan perawat.”
Perlindungan SDM Kesehatan
Meski bukan termasuk tenaga kesehatan (dokter dan perawat), satuan pengamanan RS, petugas ambulan, petugas kebersihan, dan tim pemakaman, termasuk sumber daya manusia kesehatan.
Mereka saat ini berada di barisan depan penanganan Covid. Selain berisiko tinggi tertular virus, interaksi mereka dengan keluarga pasien, rentan menimbulkan konflik yang berujung kekerasan.
Pada 17 Juli 2021 lalu, petugas pemakaman prokes Covid menjadi korban penganiayaan warga di Desa Jatian, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Warga menghadang ambulan dan memaksa membongkar peti untuk memandikan ulang jenazah.
Dalam perjalanan keluar desa, warga melempari ambulan dengan batu. Warga sempat memukul beberapa relawan tim pemakaman.
Kepala Bidang Penerangan Jalan, Pertamanan, dan Pemakaman, pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Magelang, Yetty Setyaningsih pada satu kesempatan pernah mengeluhkan hal serupa.
Yetty mengaku petugasnya di kompleks pemakaman Giriloyo pernah menjadi korban pemukulan oleh keluarga pasien Covid. “Keluarga tidak terima petugas mengambil foto prosesi pemakaman. Padahal itu untuk laporan SPJ penggunaan APD,” kata Yetty.
Menurut anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, masyarakat perlu memahami risiko besar yang dihadapi SDM kesehatan di masa pandemi. Beban kerja yang ditanggung tenaga medis tidak imbang dengan jumlah pasien yang harus dilayani.
“Tenaga medis sedang mati-matian melayani masyarakat. Sementara dia menanggung risiko tertular Covid,” ujar Edy yang sore kemarin datang ke RSUD dr Gunawan Mangunkusumo untuk memberikan dukungan.
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Tengah ini berharap kasus kekerasan serupa tidak terjadi di fasilitas kesehatan lainnya.
Masyarakat terlalu banyak menerima informasi yang tidak benar. Sehingga menyebabkan emosi tinggi dan prilaku tidak terkontrol yang membahayakan keselamatan tenaga kesehatan.
Sepengetahuan Edy Wuryanto, penyerangan terhadap pegawai RSGM Ambarawa adalah kasus kekerasan paling parah di lingkungan layanan kesehatan di Jateng selama pandemi.
“Di Jawa Tengah yang paling besar ini. Sampai ada penyerangan, menimbulkan kegaduhan dan luka-luka. Tapi kalau kekerasan verbal, sudah tidak terhitung. Kasus (nakes) dikucilkan publik terjadi dimana-mana.”
Kata Edy kasus ini menjadi preseden buruk bagi sistem kesehatan. Pemerintah dan rumah sakit harus menjaga keselamatan kerja tenaga medis dengan lebih baik.
Gugur Demi Kehidupan
Berdasarkan data laporcovid.org, hingga 25 Juli 2021, jumlah tenaga kesehatan yang gugur saat bertugas menangani Covid mencapai 1.505 orang.
Paling banyak adalah dokter, 545 orang. Diikuti perawat dan bidan masing-masing 488 dan 243 orang.
Data laporcovid.org juga mencatat apoteker (47 orang), sanitarian (5 orang) dan petugas ambulan (3 orang), sebagai mereka yang berisiko tinggi meninggal tertular Covid.
Data yang dikumpulkan koalisi ini mengacu pada panduan WHO, bahwa korban Covid-19 selain yang telah terkonfirmasi melalui tes juga termasuk yang menunjukkan gejala klinis tertular virus.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.HK.01.07/ Menkes/ 2539/2020 mengatur soal pemberian hak insentif bagi tenaga kesehatan. Mereka juga berhak menerima santunan jika meninggal.
Kenyataan di lapangan, LaporCovid19 menerima banyak laporan keluarga tenaga kesehatan tidak kunjung mendapat dana santunan. Padahal tenaga kesehatan yang bersangkuan meninggal tertular Covid-19.
“Sudah insentifnya tidak tertangani dengan baik, beban kerjanya tinggi, kita mati-matian backup pemerintah mencari relawan baru mengisi kekosongan di rumah sakit, tapi di saat yang bersamaan seperti ini,” kata Edy Wuryanto.
Kontributor : Angga Haksoro Ardi