Sangkrah Sudah Padat Penduduk Sejak Kota Solo Belum Berdiri

Sangkrah yang luas wilayahnya sekitar 45 hektare itu juga dikenal sebagai kawasan berkarakter keras dan itu sebabnya sering mendapat stigma negatif.

Siswanto
Kamis, 02 September 2021 | 14:04 WIB
Sangkrah Sudah Padat Penduduk Sejak Kota Solo Belum Berdiri
Kota Solo, Jawa Tengah. [Suara.com/Ari Purnomo]

SuaraJawaTengah.id - Wilayah Sangkrah yang terletak di Kecamatan Pasar Kliwon, Jawa Tengah, merupakan pemukiman padat penduduk, bahkan jauh sebelum Kota Solo berdiri.

Sangkrah yang luas wilayahnya sekitar 45 hektare juga dikenal sebagai kawasan berkarakter keras dan itu sebabnya sering mendapat stigma negatif.

Berbagai legitimasi muncul menjuluki Sangkrah, seperti sangare wong krah hingga kawasan Sangkrah dahulunya merupakan kawasan sampah angkrah-angkrah.

Sejarawan Dani Saptoni memiliki pandangan tersendiri tentang Sangkrah. Kawasan Sangkrah merupakan peradaban lama yang jauh berdiri sebelum Kota Solo ada.

Baca Juga:Wow! Pemilih Lebih Banyak Perempuan, Wanita Punya Peluang Pimpin Kota Solo

Asal-usul penamaan Sangkrah belum diketahui secara pasti dan spesifik. Hanya saja, istilah sampah angkrah-angkrah lebih terkait dengan fakta sejarah jenazah Kyai Bathang yang tersangkut di Kali Pepe pada zaman Ki Gede Sala.

Cerita Mayat Tersangkut di Sungai

Ketua Komunitas Pemerhati Sejarah, Solo Societiet, menyebut saat belum ada Keraton Solo, masih Desa Sala, para warga Sangkrah menemukan mayat tersangkut dalam keadaan mengapung di Kali Pepe.

Saat itu, kondisi sungai belum seperti kondisi geografis saat ini. Cerita mayat tersangkut berarti menunjukkan sungai saat itu banyak hambatan yang membuat mayat tersangkut.

“Ki Gede Sala lalu mencoba menghanyutkan mayat itu berulang kali. Namun berapa kali dicoba pun tetap gagal. Akhirnya jenazah dibawa dan dikuburkan ke Desa Sala. Makamnya sekarang di kawasan PGS dan BTC itu,” kata Dani Saptoni kepada Solopos.com.

Baca Juga:Namanya Dicatut Pemerasan Pejabat Pemkot Solo, Ini Jawaban Mantan Wali Kota Solo

Setelah dimakamkan, dalam Legenda Desa Sala, Ki Gede Sala bermimpi bertemu jenazah itu mengucapkan terima kasih. Lalu, Ki Gede Sala juga menerima ramalan jika Desa Sala bakal menjadi kutha sing rejo bahkan menjadi rumah ratu.

“Saya menemukan nama Sangkrah setelah ada Keraton Solo. Beberapa kidungan menyebut punden Desa Sangkrah. Kalau dulu itu Penjalan sampai sekarang masih ada di sebelah selatan pintu air Sangkrah,” kata dia.

Menurutnya, akronim-akronim yang bermunculan merupakan legitimasi dari sebagian orang saja. Sangkrah merupakan permukiman lama di kawasan bandar kapal. Sungai di Sangkrah saat itu menjadi mata pencaharian masyarakat dan salah satu pusat perekonomian.

Dalam Babad Sala tulisan R. M. Sayid, Desa Sala yang pertama berada di kawasan Sangkrah. Dalam babad itu juga menunjukkan makam Ki Gede Sala I dan II itu masuk Sangkrah. Zaman dulu, rumah lurah atau pimpinan dijadikan pusat pemerintahan.

Kediaman Ki Gede Sala

Dapat disimpulkan, Sangkrah merupakan Desa Sala. Baru pada era Ki Gede Sala III, kediamannya berada di kawasan Sitinggil Keraton Solo saat ini, lalu keraton baru berpindah dari Kartasura menuju Sala.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak